Legenda Laksamana Mengamuk
Legenda Laksemane Mengamok
Alkisah, diceritakan pada zaman Kesultanan Lingga Riau Johor Pahang, hiduplah seorang panglima perang tentara laut Kesultanan Lingga Riau Johor Pahang yang diberi gelar Laksemane. Laksemane ini kuat, gagah perkasa, dan berani. Namun, agak panas baran ( tensi / lekas marah ; KBBI halaman 107 ).
Siang itu sangat terik. Udara begitu panas. Hawa panas menyeruak ke ceruk-meruk (relung-relung) raga. Memang, suasana begitu gerah.
Sang Laksemane kegerahan. Sempena mengawasi para prajurit melakukan perawatan kapal, Sang Laksemane berkata sembari berkacak pinggang. "Prajurit, ambilkan aku air !"
Dengan sigap, prajurit mengambilkan air lalu menyerahkan kepada Sang Laksemane.
"Hm...!" gumamnya. "Hanya segelas saja air yang ada ?"
Prajurit segera mengambil air lagi lalu memberikan kepada Sang Laksemane.
"Hm...!" gumamnya lagi. Ternyata dua gelas air belumlah cukup. Sang Laksemane masih belum puas. Hari panas, bikin panas. Timbullah panas barannye.
Serta-merta Sang Laksemane menerjang pokok kuini di sampingnya. Sekelip mata bersepahlah buah kuini di pekarangan dan semak belukar. Tanpa dikomando, beberapa orang prajurit memunguti buah kuini yang berserakan itu.
Berselang beberapa menit, seorang prajurit membawa segelas minuman lalu menyerahkan kepada Sang Laksemane.
"Hm... . Minuman apa ini ?" gumamnya sambil meminum air tersebut. "Sedap rasanya. Prajurit, ambilkan aku segelas lagi !" katanya agak berteriak.
"Ampun.... Datuk Laksemane ! Minuman itu sudah tidak ada lagi.
"Apa ?" bentaknya. Kemudian Sang Laksemane mengamuk. Panas baran bangkit. Dia menendang kapal yang bersandar di pelabuhan.
Kapal itu terbang tinggi dan melayang jauh. Lalu ... jadilah sebuah bukit. Konon ceritanya, itulah bukit yang disebut Gunung Lanjut.
Alkisah, diceritakan pada zaman Kesultanan Lingga Riau Johor Pahang, hiduplah seorang panglima perang tentara laut Kesultanan Lingga Riau Johor Pahang yang diberi gelar Laksemane. Laksemane ini kuat, gagah perkasa, dan berani. Namun, agak panas baran ( tensi / lekas marah ; KBBI halaman 107 ).
Siang itu sangat terik. Udara begitu panas. Hawa panas menyeruak ke ceruk-meruk (relung-relung) raga. Memang, suasana begitu gerah.
Sang Laksemane kegerahan. Sempena mengawasi para prajurit melakukan perawatan kapal, Sang Laksemane berkata sembari berkacak pinggang. "Prajurit, ambilkan aku air !"
Dengan sigap, prajurit mengambilkan air lalu menyerahkan kepada Sang Laksemane.
"Hm...!" gumamnya. "Hanya segelas saja air yang ada ?"
Prajurit segera mengambil air lagi lalu memberikan kepada Sang Laksemane.
"Hm...!" gumamnya lagi. Ternyata dua gelas air belumlah cukup. Sang Laksemane masih belum puas. Hari panas, bikin panas. Timbullah panas barannye.
Serta-merta Sang Laksemane menerjang pokok kuini di sampingnya. Sekelip mata bersepahlah buah kuini di pekarangan dan semak belukar. Tanpa dikomando, beberapa orang prajurit memunguti buah kuini yang berserakan itu.
Berselang beberapa menit, seorang prajurit membawa segelas minuman lalu menyerahkan kepada Sang Laksemane.
"Hm... . Minuman apa ini ?" gumamnya sambil meminum air tersebut. "Sedap rasanya. Prajurit, ambilkan aku segelas lagi !" katanya agak berteriak.
"Ampun.... Datuk Laksemane ! Minuman itu sudah tidak ada lagi.
"Apa ?" bentaknya. Kemudian Sang Laksemane mengamuk. Panas baran bangkit. Dia menendang kapal yang bersandar di pelabuhan.
Kapal itu terbang tinggi dan melayang jauh. Lalu ... jadilah sebuah bukit. Konon ceritanya, itulah bukit yang disebut Gunung Lanjut.
Komentar
Posting Komentar