# Mengajar tanpa menggurui # Memberi nasehat tanpa merasa lebih hebat #

Minggu, 23 Oktober 2016

Perkembangan Sosial, Moral, dan Sikap Siswa Usia Sekolah Menengah

Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik

Modul 3
Karakteristik dan Kebutuhan Peserta Didik Usia Sekolah Menengah

TUJUAN KHUSUS
  1. Menjelaskan kaitan antara pertumbuhan fisik dan jasmani dengan perkembangan intelektual
  2. Menjelaskan kaitan antara perkembangan intelektual dan emosional
  3. Menjelaskan kaitan antara perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap
  4. Menjelaskan perbedaan individu anak usia sekolah menengah
  5. Menjelaskan jenis-jenis kebutuhan anak usia sekolah menengah
Kegiatan Belajar 2
Perkembangan Sosial, Moral, dan Sikap


A. PERKEMBANGAN SOSIAL, MORALITAS, DAN SIKAP
Keterampilan berpikir baru yang dimiliki remaja adalah pemikiran sosial. Pemikiran sosial ini berkenaan dengan pengetahuan dan keyakinan mereka tentang masalah-masalah hubungan pribadi dan sosial. Remaja awal telah mempunyai pemikiran-pemikiran logis, tetapi dalam pemikiran logis ini mereka sering kali menghadapi kebingungan antara pemikiran orang lain.
Berkembang sikap egosentrisme pada remaja yang berupa pemikiran subjektif logis dirinya tentang masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Mereka sering menunjukkan kehebatan, kepopuleran, atau kelebihan dirinya kepada sesame remaja.
Remaja mengurangi egosentrismenya ketika mendapat pengetahuan dan penghayatan tentang baik dan jahat. Aspek nilai yang menjadi perhatian utama remaja adalah nilai keadilan dan kesejahteraan. Pria lebih peduli terhadap nilai keadilan dan kejujuran. Wanita lebih peduli terhadap nilai-nilai kesejahteraan.
Dalam perkembangan nilai-nilai keadilan dan kejujuran, remaja kurang oportunistik dibandingkan dengan masa sebelumnya. Menjelang akhir masa remaja, mereka mampu berpegang pada nilai-nilai yang lebih tinggi.
Pada masa remaja rasa kepedulian terhadap kepentingan dan kesejahteraan orang lain cukup besar, tetapi kepedulian ini masih dipengaruhi  oleh sifat egosentrisme.
Remaja sudah mengetahui nilai atau prinsip-prinsip yang mendasar, tetapi mereka belum mampu melakukannya, mereka sudah menyadari bahwa membahagiakan orang lain itu baik, tetapi mereka belum mampu melakukannya.

B. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN  POLITIK

Perkembangan pemikiran politik remaja hampir sama dengan perkembangan moral karena keduanya berkaitan erat. Mereka telah memikirkan ide-ide dan pandangan politik yang lebih abstrak. Pemikiran politik – kemampuan berpikir formal operasional (Piaget) – bentuk pemikiran moral (Kohlberg).
Pemikiran politik mereka tidak didasarkan atas prinsip “seluruhnya atau tidak sama sekali”.
Pemikiran mereka sudah lebih abstrak dan kurang bersifat individual dibandingkan dengan usia anak sekolah dasar.

C. PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEYAKINAN

Perkembangan kemampuan berpikir remaja mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan tentang agama. Remaja yang mendapatkan pendidikan agama yang intensif, bukan saja telah memiliki kebiasaan melaksanakan kegiatan peribadatan agama, tetapi juga telah mendapatkan atau menemukan kepercayaan-kepercayaan khusus yang lebih mendalam yang membentuk keyakinannya dan menjadi pegangan dalam merespons terhadap masalah-masalah dalam kehidupannya. Keyakinan yang lebih luas dan mendalam ini bukan hanya diyakini atas dasar pemikiran tetapi juga atas keimanan. Pada masa remaja awal, gambaran Tuhan masih diwarnai oleh gambaran tentang ciri-ciri manusia, tetapi pada masa remaja akhir gambaran ini telah berubah ke araah gambaran sifat-sifat Tuhan yang sesungguhnya. 

Bagaimana pemahaman Anda terhadap paparan materi di atas ? Paparan di atas tentang perkembangan jasmani, intelektual, sosial, dan moral pada siswa usia  sekolah menengah tersebut merupakan karakteristik umum. Karakteristik umum pada siswa SLTP dan SLTA ditampakkan melalui  berbagai tingkah laku yang muncul di antara mereka. Tingkah laku yang nampak  tersebut ada kalanya berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan para siswa tersebut.
 
Sebelum pembahasan berlanjut, terlebih dahulu silakan cermati wacana berikut!

“Ma…. Tolong saya. Saya … kecanduan putauw.” Cuma dua kalimat pendek itulah yang meluncur dari bibir Gambit. Selebihnya ia menangis sesenggukan, memeluk lutut ibunya dengan tangan gemetar. Sejurus Ibu Suryani, Ibu Gambit terpaku. Tak ada satu pun yang dapat dilakukan selain diam mematung. Sementara tangis Gambit semakin hebat. “Tidak mungkin ! Hatiku meronta dan sibuk menolak perkataan Gambit”, ucap Suryani. Masih dalam keadaan limbung Gambit dipeluk erat. Dia memanggil putra sulungnya, Ambi. Ambi cuma membelalakkan matanya mendengar igauan adiknya. “Benar …. Saya enggak bohong. Saya sudah terjerat putauw…. Saya sudah tidak tahan”, tangis Gambit meledak lagi. “Di depan mataku dua kakak beradik berangkulan. Ya Tuhan …! Ini sebuah bencana”. Air mata Suryani pun membanjir. Bayangkan saja, Gambit, bocah 15 tahun yang sebelumnya ia lihat berperilaku normal dan berprestasi stabil di sekolah, ternyata telah terjerat serbuk putih yang memabukkan itu. ( Suara Republika, 18 Agustus 1999 )

Itulah sekelumit kisah yang sengaja dicuplik untuk memberikan gambaran betapa rawannya usia remaja terhadap pengaruh lingkungan. Apakah perilaku remaja itu hanya akibat lingkungan saja ? Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan siswa sekolah menengah ? Apakah perilaku manusia itu dipengaruhi oleh faktor bawaan atau faktor lingkungan ? Sekiranya dipengaruhi faktor lingkungan, lingkungan yang mana yang paling berpengaruh, apakah lingkungan rumah atau lingkungan di luar rumah ?

Thomas Hobbes dalam Sigelman dan Shaffer berpendapat bahwa anak-anak secara alamiah adalah berperilaku nakal, pengganggu, dan sebagainya. Tugas masyarakatlah untuk mengontrol perilaku anak dan mengajar mereka sehingga berperilaku baik.

Jean Jacques Rousseau berpendapat bahwa anak secara alamiah adalah baik, sejak lahir secara naluriah anak mampu membedakan mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. Lingkungan bertugas untuk memberikan arahan anak berperilaku baik. Perilaku anak dipengaruhi oleh pembawaan – dikenal sebagai teori nativisme

John Locke terkenal dengan teori tabula rasa. Anak bagaikan kertas putih yang menunggu untuk ditulisi melalui pengalamannya. Locke menyangkal bahwa anak itu sejak lahir baik atau buruk, tetapi ia akan berkembang bergantung pada pengalaman yang ia peroleh. – dikenal sebagai teori empirisme.

Di antara dua teori tersebut muncul teori konvergensi yang diperkenalkan oleh William James. Teori inilah yang dianut oleh kebanyakan ahli saat ini.

Menurut Papalia dan Olds, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat dikategorikan ke dalam faktor internal melawan faktor eksternal dan pengaruh normatif melawan pengaruh bukan normatif.
Faktor internal – hereditas
Faktor eksternal – lingkungan

Baltes, Rese, dan Lipsitt mencoba memilah pengaruh terhadap perkembangan individu itu menjadi pengaruh normatif dan pengaruh non-normatif.
Normatif – pengaruh yang sama pada sekelompok orang
Non-normatif – pengaruh luar biasa pada seseorang
Pengaruh normatif maupun non-normatif terhadap individu terjadi pada tingkatan lingkungan tertentu.

Menurut Bronfenbrenner terdapat empat tingkatan pengaruh lingkungan yang merentang dari lingkungan yang paling intim sampai lingkungan yang sangat global. Untuk memahami perkembangan individual, hendaknya memahami masing-masing individu dalam konteks lingkungan yang ganda. Empat tingkatan pengaruh lingkungan tersebut mencakup sistem mikro, sistem meso, sistem exo, dan sistem makro.

Empat macam sistem pengaruh lingkungan :
  1. Pengaruh lingkungan system makro, yaitu lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan sekolah, rumah, dan sekolah.
  2. Pengaruh lingkungan system meso, yaitu keterkaitan antarvariasi tingkatan system yang melibatkan individu di dalamnya.
  3. Pengaruh lingkungan system exo adalah pengaruh institusi lingkungan yang lebih besar, seperti pengaruh sekolah, pengaruh media massa, bahkan pengaruh lingkungan pemerintahan.
  4. Pengaruh lingkungan system makro adalah pengaruh lingkungan yang paling luas. Ada keterkaitan erat pengaruh dari kebudayaan, agama, politik, keadaan sosial ekonomi terhadap individu.
Dalam pola pandangan yang konvensional, diyakini bahwa terdapat tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan anak usia sekolah menengah.
Ketiga faktor itu adalah :
  1. Faktor pembawaan – hereditas
  2. Faktor lingkungan – environment
  3. Faktor waktu - time
Faktor pembawaan adalah faktor yang bersifat alamiah ( nature ), faktor lingkungan yang memungkinkan proses perkembangan ( nurture ), sedangkan faktor waktu adalah saat tibanya masa peka atau kematangan ( maturation ). Ketiga faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan pribadi anak usia sekolah menengah dapat digambarkan secara fungsional sebagai berikut :

P = f ( H, E, T )

P = person                                   f  = fungsi
H = hereditas                               E = environment
T = time

Upaya belajar akan mendapatkan hasil yang optimal bila dilakukan pada saat kematangan dalam perkembangan fisik dan psikologis tiba. Sebagai contoh, pada usia sebelum memasuki masa remaja ( kurang lebih 12 – 14 tahun ) merupakan masa yang sangat peka untuk memulai mengajarkan bahasa ( Lonnerberg ).

Bagi anak usia sekolah menengah, belajar bahasa asing bukanlah hal yang menyenangkan. Tidak heran jika relatif banyak siswa sekolah menengah yang alergi terhadap pelajaran bahasa asing.

Pada usia remaja, lingkungan yang sangat berpengaruh adalah kelompok. Remaja lebih patuh terhadap aturan dan norma kelompok sebaya, bahkan jika dibandingkan dengan kepatuhan terhadap peraturan di dalam keluarga. Keterikatan remaja dalam kelompok rawan untuk menimbulkan kenakalan remaja. Bila pada masa ini remaja mendapat bimbingan yang memadai justru akan menjadikan remaja yang berguna. Masa sekolah menengah merupakan masa krisis ( Conger )

Bila individu mampu mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapi secara integratif, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya bila ia gagal, ia akan berada pada krisis identitas yang berkepanjangan.

Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah dapat menambah wawasan bagi guru untuk memahami perilaku siswa sekolah menengah.

Sumber :

Buku Materi Pokok Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
Modul 3 Karakteristik dan Kebutuhan Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Prof. Dr. Mulyani Sumantri, M.Sc.
Jakarta : Universitas Terbuka, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar