# Mengajar tanpa menggurui # Memberi nasehat tanpa merasa lebih hebat #

Senin, 31 Maret 2014

Pengembangan Bank Soal

PENGEMBANGAN BANK SOAL
  
A.      Pengertian

Bank soal bukan hanya bank pertanyaan, pool soal, kumpulan soal, gudang soal, atau perpustakaan soal (Millman and Arter, 1984: 315); melainkan bank yang butir-butir soal terkalibrasi (Wright and Bell, 1984: 331) dan disusun secara sistematis agar memudahkan penggunaan kembali dan manfaat soalnya. Untuk itu butir-butir soal di dalam bank soal harus tersedia untuk setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran, tingkat kesukaran butir soal, dan jenjang pendidikan. Hal ini sangat diperlukan untuk memiliki suatu tujuan yang jelas sebagai panduan dan pengembangan bank soal.
  
B.      Tujuan Pengembangan Bank Soal

Secara implisit, tujuan pengembangan bank soal juga diperlukan untuk penilaian mutu bank soal itu sendiri. Apakah bank soal dapat berisi butir-butir soal yang sesuai dengan tujuan yang terkandung di dalamnya atau tidak, karena bank soal sangat berguna bagi guru, psychometrik, kurikulum, dan peserta didik (Wright and Bell, 1984: 333-335). Oleh karena itu, tujuan utama bank soal adalah untuk merakit/mengonstruksi tes dan pengadaan kesesuaian ujian baik untuk tujuan penilaian ulangan harian maupun untuk tujuan penilaian pada ulangan akhir semester, sehingga soalnya terjamin (Hambleton and Swaminathan, 1985: 255-256).


C.      Prosedur Pengembangan Bank Soal

Butir-butir soal yang akan disimpan di dalam bank soal harus diproses melalui prosedur pengembangan bank soal. Prosedur pengembangan butir soal yang digunakan di dalam pengembangan bank soal adalah :
(1) Penyusunan kisi-kisi, (2) Penulisan butir soal, (3) Revisi/validasi butir, (4) Perakitan tes, (5) Uji coba tes, (6) Memasukkan data, (7) Analisis butir soal secara klasik dan IRT, (8) Menyeleksi butir untuk bank soal yang terkalibrasi.

Setiap butir soal dimasukkan berdasarkan : tingkat sekolah, tipe sekolah, jurusan, standar kompetensi dan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, perilaku yang diukur/taxonomi, format soal, tingkat kesulitan butir soal, tingkat kemampuan peserta didik, semester, statistik, tahun.

Dalam mengolah butir-butir soal dalam bank soal diperlukan perangkat lunak yang tepat. Secara singkat, perangkat lunak yang digunakan memiliki tiga kelebihan, yaitu : (1) Kemudahan pada penyimpanan dan pencarian kembali, (2) Kesanggupan untuk memunculkan kembali grafik butir-butir secara tepat, (3) Kelengkapan susunan data butir soal.

Gagasan lain yang perlu dipertimbangkan pada setiap sekolah adalah adanya konsep bank tes. Gunanya adalah untuk menyusun beberapa paket paralel tes kecil berdasarkan unit-unit pembelajaran, seperti ulangan harian, ulangan bersama setiap selesai mengerjakan kompetensi minimal pada beberapa standar kompetensi/kompetensi dasar, ulangan tengah semester, atau ulangan akhir semester.

Para guru dapat memilih tes itu untuk penilaian kelas. Hal ini tidak hanya dapat menghemat waktu bagi guru, model tes seperti ini dapat diharapkan memiliki mutu yang lebih baik. Karena kurikulum di Indonesia adalah standar, maka model seperti ini sangat tepat.

Proses pengembangan bank soal dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
 
          Gambar 1 : Pengembangan Bank Soal (Wright and Bell, 1984: 336)

Wright, Benjamin D. and Bell, Susan R. Item Banks : What, Why, How. In Journal of Educational Measurement, Volume 21, No. 4, Winter 1984; p.331
dalam
Panduan Penulisan Butir Soal
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasionaol
Tahun 2008

Perakitan Butir Soal

PERAKITAN BUTIR SOAL


A.  Pengertian

Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu perangkat/paket tes atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam merakit soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Untuk memudahkan pelaksanaannya, guru harus memperhatikan langkah-langkah perakitan soal.

Dalam bab ini juga diuraikan penskoran jawaban soal. Pemeriksaan terhadap jawaban peserta didik dan pemberian angka merupakan langkah untuk mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik. Pada prinsipnya, penskoran soal harus diusahakan agar dapat dilakukan secara objektif. Artinya, apabila penskoran dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama tingkat kompetensinya, akan menghasilkan skor atau angka yang sama, atau jika orang yang sama mengulangi proses penskoran akan dihasilkan skor yang sama.

B.  Langkah-langkah Perakitan Soal

Para pendidik dapat merakit soal menjadi suatu paket tes yang tepat, apabila para pendidik memperhatikan langkah-langkah perakitan soal. Berikut langkah-langkah perakitan soal.
1.     Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan materi yang sama, kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang sama.
2.     Memberi nomor urut soal didasarkan nomor urut soal dalam kisi-kisi.
3.     Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya sudah bebas dari kaidah “Setiap soal tidak boleh memberi petunjuk jawaban terhadap soal yang lain”.
4.     Membuat petunjuk umum dan khusus untuk mengerjakan soal.
5.     Membuat format lembar jawaban.
6.     Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya.
7.     Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk pilihan ganda), dengan menggunakan rumus berikut.


                                                      Jumlah soal
Penyebaran kunci jawaban  =   ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾   +  3
                                              Jumlah pilihan jawaban

 
8.   Menentukan soal inti (anchor items) sebanyak 10 % dari jumlah soal dalam satu paket. Soal inti ini diperlukan apabila soal yang dirakit terdiri dari beberapa tes paralel. Tujuannya adalah agar antar tes memiliki keterkaitan yang sama. Penempatan soal inti dalam paket tes diletakkan secara acak.


9.   Menentukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian)
     Bobot soal adalah besarnya angka yang ditetapkan untuk suatu butir soal dalam perbandingan (ratio) dengan butir soal lainnya dalam satu perangkat tes. Penentuan besar kecilnya bobot soal didasarkan atas tingkat kedalaman dan keluasan materi yang ditanyakan atau kompleksitas jawaban yang dituntut oleh suatu soal. Untuk mempermudah perhitungan/penentuan nilai akhir, jumlah bobot keseluruhan pada satu perangkat tes uraian ditetapkan 100. Perakit soal harus dapat mengalokasikan besarnya bobot untuk setiap soal dari bobot yang telah ditetapkan. Bobot suatu soal yang sudah ditetapkan pada satu perangkat tes dapat berubah bila soal tersebut dirakit ke dalam perangkat tes yang lain.

10. Menyusun tabel konversi skor
    
Tabel konversi sangat membantu para pendidik pada saat menilai lembar jawaban peserta didik. Terutama bila dalam satu tes terdiri dari dua bentuk soal, misal bentuk pilihan ganda dan uraian atau tes tertulis dan tes praktik. Skor dari soal bentuk pilihan ganda tidak dapat langsung digabung dengan skor uraian. Hal ini karena tingkat keluasan dan kedalaman materi yang ditanyakan atau penekannya dalam kedua bentuk itu tidak sama. Nilai keduanya dapat digabung setelah keduanya ditentukan bobotnya. Misalnya, untuk soal bentuk pilihan ganda (45 soal dengan skor maksimum 45) bobotnya 60 % dan bentuk uraian (5 soal dengan skor maksimum 20) bobotnya 40 %. Untuk menentukan skor jadinya adalah skor perolehan peserta didik yang bersangkutan dibagi skor maksimum kali bobot. Tabel konversi ini merupakan tabel konversi sederhana atau klasik.

     Untuk memudahkan penggunaan tabel konversi, kita ingat proses penyamaan skala atau konversi alat ukur suhu yang didasarkan pada konversi rumus yang sudah standar, misal skala pengukuran: Celcius (titik awal 00  titik didih 1000). Reamur (titik awal 00  titik didih 800), Fahrenheit (titik awal 320  titik didih 2120 ), Kelvin (titik awal 2370  titik didih 3730). Masing-masing skala pengukuran ini bukan untuk dibandingkan atau sebagai penentu kelulusan atau sebagai pengatrol nilai, namun masing-masing memiliki skala sendiri-sendiri. Keberadaan skala ini tidak bisa dikatakan bahwa orang yang menggunakan skala pengukuran Celcius dan Reamur akan selalu dirugikan karena keduanya memiliki nilai 0 sampai dengan 4 (bila acuan kriterianya 4,01), sedangkan orang yang menggunakan Fahrenheit dan Kelvin selalu diuntungkan karena titik awalnya 32 dan 237. Demikian pula dengan konversi nilai dalam ulangan atau ujian. Guru atau panitia ujian mau menggunakan konversi yang mana. Dalam ilmu pengukuran, konversi  dapat disusun melalui konversi biasa dan konversi yang terkalibrasi dengan model respon butir. Apabila UN atau US sudah mempergunakan konversi model respon butir, semua nilai peserta didik harus mengacu pada model konversi ini, tidak membandingkan dengan konversi  lain/biasa.

Konversi biasa (model pengukuran secara klasik) penggunaannya biasa digunakan guru di sekolah, yaitu untuk memperoleh nilai murni peserta didik. Bila menghendaki skor maksimum 10 digunakan rumus (skor perolehan: skor maksimum) x 10 dan bila menggunakan skor maksimum 100 digunakan nilai konversi dengan rumus (skor perolehan: skor maksimum) x 100 atau bila menggunakan skor maksimum 4 digunakan nilai konversi dengan rumus (skor perolehan : skor maksimum) x 4. Konversi seperti ini memiliki dua kelemahan, pertama adalah bahwa setiap butir soal dihitung memiliki tingkat kesukaran yang sama. Artinya peserta didik manapun yang menjawab benar 40 dari 50 butir soal dalam satu tes (terserah nomor butir soal berapa yang benar, apakah nomor 1 benar, nomor 2 salah, nomor 3 benar atau sebaliknya dan seterusnya, yang penting benar 40 soal) peserta didik yang bersangkutan akan memperoleh nilai 8 (untuk konversi skor maksimum 10), 80 (untuk konversi skor maksimum 100) 0,2 (untuk konversi skor maksimum 4). Kelemahan kedua adalah bahwa tingkat kesukaran butir soal tidak ditempatkan/dikalibrasi pada skala yang sama. Artinya bahwa butir-butir soal tidak disusun berdasarkan tingkat kesukarannya dan kemampuan peserta didik sehingga model konversi ini belum bisa menentukan nilai murni peserta didik yang sebenarnya. Seharusnya hanya peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi (misal pada skala kemampuan 1, kemampuan 2, kemampuan 3) yang dapat menjawab benar semua soal dalam tes pada skala yang bersangkutan atau tingkat kesukaran butir (mudah, sedang, sukar) sesuai dengan kemampuan peserta didik yang bersangkutan. Apabila sekolah mempergunakan konversi biasa seperti ini justru akan merugikan peserta didik yang memiliki kemampuan lebih tinggi.

Konversi yang terkalibrasi adalah konversi nilai yang disusun berdasarkan kemampuan peserta didik dari tingkat kesukaran butir soal yang terkalibrasi dengan model Rasch (Item Response Theory). Untuk memahami model terkalibrasi ini diperlukan pengertian berikut. Setiap jumlah jawaban yang benar soal, misal 1 sampai dengan 50, masing-masing butir memiliki tingkat kemampuan (untuk teori klasik tidak ada). Tingkat kemampuan ini diperoleh dari rumus model Rasch P= (e (F-d)) : (1 + e (F-d): P adalah peluang menjawab benar satu butir soal. E = 2,7183, F = tingkat kemampuan peserta didik, dan d =  tingat kesukaran butir soal. Kemudian nilai abilitas (misal -3,00 sampai dengan +3,00) ditransformasi ke dalam skala 0-10, 0-100, atau 0-4. Misal untuk dapat ditransformasi ke dalam skala 0-100 diperlukan rata-rata 50 dan standar deviasi 5, sehingga untuk membuat tabel konversi mempergunakan rumus Y=50+5X. Y=nilai peserta didik dan X adalah nilai abilitas. Dengan rumus inilah konversi terkalibrasi dapat disusun. Jadi dalam konversi yang terkalibrasi skalanya didasarkan  dua hal penting, yaitu tingkat kesukaran dan tingkat kemampuan peserta didik. Soal ditempatkan pada tingkat kesukaran dan kemampuan peserta didik yang telah disamakan skalanya. Bila tes sudah disamakan skalanya, siapapun yang mengambil tes pada paket yang mudah, sedang, dan sukar, masing-masing tes masih berada pada skala yang sama dan bisa dibandingkan. Oleh karena itu, tes yang diberikan kepada peserta didik sudah selayaknya harus sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Apabila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru itu tinggi (sudah tercapai target kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti tinggi. Namun sebaliknya bila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru itu rendah (belum tercapai target kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti rendah. Apakah tesnya berbentuk tes lisan, tertulis (soalnya berbentuk pilihan ganda, uraian, isian, dll.), atau perbuatan. Model Rasch merupakan salahsatu model dalam teori respon butir yang menitikberatkan pada parameter tingkat kesukaran butir soal. Model ini telah digunakan di berbagai kalangan seperti untuk sertifikasi ujian kedokteran di USA, sejumlah program penilaian sekolah di USA, program penilaian di Australia, studi matematik dan science internasional ketiga, National School English Literacy Survey di Australia, equating tes English di Provinsi Guandong Cina, dan beberapa tes diagnostic. Model ini banyak digunakan orang sebagai pendekatan analitik standard untuk kalibrasi instrumen karena modelnya sederhana, elegant, hemat, atau efektif dan efisien.

Konversi nilai berdasarkan Model Rasch memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan konversi nilai berdasarkan model pengukuran secara klasik. Keterbatasan model pengukuran secara klasik adalah seperti berikut. (1) Tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah “true score”. Jika tes sulit artinya tingkat kemampuan peserta didik rendah. Jika tes mudah artinya tingkat kemampuan peserta didik tinggi. (2) tingkat kesukaran soal didefinisikan sebagai proporsi peserta didik dalam kelompok yang menjawab benar soal. Mudah/sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan peserta didik yang dites dan keberadaan tes yang diberikan. (3) Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas soal/tes didefinisikan berdasarkan grup peserta didik. Artinya bahwa konversi nilai berdasarkan teori tes klasik memiliki kelemahan, yaitu (1) tingkat kesukaran dan daya pembeda tergantung pada sampel; (2) penggunaan metode dan teknik untuk desain dan analisis tes dengan memperbandingkan kemampuan peserta didik pada pembagian kelompok di atas, tengah, bawah. Meningkatnya validitas skor tes diperoleh dari tingkat kesukaran tes dihubungkan dengan tingkat kemampuan setiap peserta didik; (3) konsep reliabilitas tes didefinisikan dari istilah tes paralel; (4) tidak ada dasar teori untuk menentukan bagaimana peserta didik memperoleh tes yang sesuai dengan kemampuan peserta didik; (5) Standar kesalahan pengukuran hanya berlaku untuk seluruh peserta didik. Disamping itu, tes klasik telah gagal memberi kesimpulan yang tepat terhadap beberapa masalah testing seperti: desain tes (statistik butir klasik tidak memberitahu penyusun tes tentang lokasi maksimum daya pembeda butir pada skala skor tes), identifikasi item bias, dan equating skor tes (tidak suksesnya pada item bias dan equating skor tes karena sulit menentukan kemampuan yang sebenarnya di antara kelompok).  Kelebihan model Rasch atau teori respon butir secara  umum adalah bahwa: (1) model ini tidak berdasarkan grup dependen, (2) skor peserta didik dideskripsikan bukan tes dependen, (3) model ini menekankan pada tingkat butir soal bukan tes, (4) model ini tidak memerlukan paralel tes untuk menentukan reliabilitas tes, (5) model ini merupakan suatu model yang memberikan suatu pengukuran ketepatan untuk setiap skor tingkat kemampuan. Tujuan utama teori respon butir adalah memberikan invariant pada statistik soal dan estimasi kemampuan. Oleh karena itu, kelebihan teori respon butir adalah: (1) responden dapat diskor pada skala yang sama, (2) skor responden dapat dibandingkan pada dua atau lebih bentuk tes yang sama, (3) semua bentuk soal memperoleh perlakuan melalui cara yang sama, (4) tes dapat disusun sesuai keahlian berdasarkan tingkat kemampuan yang akan dites.

Sumber :

Panduan Penulisan Butir Soal
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008

Untuk download file Panduan Penulisan Butir Soal, silakan klik link di bawah ini !

Klik di sini untuk cover

Klik di sini untuk daftar isi

Klik di sini untuk panduan

Silakan layangkan saran dan pendapat anda melalui surel 
syamsulhendry@gmail.com

Penyusunan Butir Soal yang Menuntut Penalaran Tinggi

PENYUSUNAN BUTIR SOAL YANG MENUNTUT
PENALARAN TINGGI


A.  Pengertian
    
Dalam menulis butir soal, penulis soal memiliki kecenderungan untuk menulis butir-butir soal yang menuntut perilaku “ingatan”. Di samping mudah penulisan soalnya, materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh dari buku pelajaran. Untuk menuliskan butir soal yang menuntut penalaran tinggi, penulis soal biasanya merasa agak kesulitan dalam mengkreasinya. Disamping sulit menentukan perilaku yang diukur atau merumuskan masalah yang dijadikan dasar pertanyaan, juga uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Bagaimana peserta didik bisa maju bila pola berpikirnya hanya ingatan? Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.

Caranya adalah seperti berikut ini.

1.   Materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan). Perilaku ingatan juga diperlukan, namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum peserta didik dapat memahami, menerapkan, menyintesiskan, menganalisis, dan mengevaluasi materi yang diperoleh dari guru. Uraian tentang perilaku ini dapat dilihat pada perilaku kognitif yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom pada bab di depan.
2.   Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus).
3.   Mengukur kemampuan berpikir kritis.
4.   Mengukur keterampilan pemecahan masalah.
5.   Penjelasan nomor 2, 3 dan 4 diuraikan secara rinci di  bawah ini.

B.  Dasar Pertanyaan (Stimulus).

Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks  bacaan, paragrap, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam.
    
C.  Mengukur Kemampuan Berpikir kritis

Ada 11 kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.



1.     Menfokuskan pada pertanyaan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan.

2.     Menganalisis argumen
Contoh indikator soal:
Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung argumen yang disajikan.

3.   Mempertimbangkan yang dapat dipercaya
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya.

4.   Mempertimbangkan laporan observasi
Contoh indikator  soalnya:
Disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan observer/reporter, peserta didik dapat mempercayai atau tidak terhadap laporan itu dan memberikan alasannya.

5.   Membandingkan kesimpulan
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti.

6.   Menentukan kesimpulan
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan alasannya.

7.   Mempertimbangkan kemampuan induksi
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan memberikan alasannya.




8.   Menilai
     Contoh indikatornya:
     Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya.

9.   Mendefinisikan Konsep
Contoh indikator soal:
Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta didik dapat mendefinisikan konsep yang dinyatakan.

10. Mendefinisikan asumsi
     Contoh indikator soal
     Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi.

11. Mendeskripsikan
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video klip, peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan.

D.  Mengukur Keterampilan Pemecahan Masalah

Ada 17 keterampilan pemecahan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.

1.   Mengidentifikasi masalah
     Contoh indikator soal:
Disajikan deskripsi suatu situasi/masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi masalah yang nyata atau masalah apa yang harus dipecahkan.

2.   Merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan yang berisi sebuah masalah, peserta didik dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan.

3.   Memahami kata dalam konteks
     Contoh indikator soal:
     Disajikan beberapa masalah yang konteks kata atau kelompok katanya digarisbawahi, peserta didik dapat menjelaskan makna yang berhubungan dengan masalah itu dengan kata-katanya sendiri.



4.   Mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai
     Contoh indikator masalah:
     Disajikan beberapa informasi yang relevan dan tidak relevan terhadap masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi semua informasi yang tidak relevan.

5.   Memilih masalah sendiri
     Contoh indikator soal:
     Disajikan beberapa masalah, peserta didik dapat memberikan alasan satu masalah yang dipilih sendiri, dan menjelaskan cara penyelesaiannya.

6.   Mendeskripsikan berbagai strategi
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah ke dalam dua cara atau lebih, kemudian menunjukkan solusinya ke dalam gambar, diagram, atau grafik.

7.   Mengidentifikasi asumsi
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memberikan solusinya berdasarkan pertimbangan asumsi untuk saat ini dan yang akan datang.

8.   Mendeskripsikan masalah
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat menggambarkan sebuah diagram atau gambar yang menunjukkan situasi masalah.

9.   Memberi alasan masalah yang sulit
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah masalah yang sukar dipecahkan atau informasi pentingnya dihilangkan, peserta didik dapat menjelaskan mengapa masalah ini sulit dipecahkan atau melengkapi informasi pentingnya dihilangkan.

10. Memberi alasan solusi
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih kemungkinan solusinya, peserta didik dapat memilih satu solusi yang paling tepat dan memberikan alasannya.

11. Memberi alasan strategi yang digunakan
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih strategi untuk menyelesikan masalah,  peserta didik dapat memilih satu strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu dan memberikan alasannya.



12. Memecahkan masalah berdasarkan data dan masalah
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah cerita, kartun, grafik atau tabel dan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah dan menjelaskan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

13. Membuat strategi lain
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah dan satu strategi untuk menyelesaikan masalahnya, peserta didik dapat menyelesaikan masalah itu dengan menggunakan strategi lain.

14. Menggunakan analogi
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah dan strategi penyelesaiannya, peserta didik dapat: (1) mendeskripsikan masalah lain (analog dengan masalah ini) yang dapat diselesaikan dengan menggunakan strategi itu, (2) memberikan alasannya.

15. Menyelesaikan secara terencana
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah situasi masalah yang kompleks, peserta didik dapat menyelesaikan masalah secara terencana mulai dari input, proses, output, dan outcomenya.

16. Mengevaluasi kualitas solusi     
Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah dan beberapa strategi untuk menyelesaikan masalah, peserta didik dapat: (1) menjelaskan dengan menerapkan strategi itu, (2) mengevaluasinya, (3) menentukan strategi mana yang tepat, (4) memberi alasan mengapa strategi itu paling tepat dibandingkan dengan strategi lainnya.

17. Mengevaluasi strategi sistematika
     Contoh indikator soal:
     Disajikan sebuah pernyataan masalah, beberapa strategi pemecahan masalah dan prosedur, peserta didik dapat mengevaluasi strategi pemecahannya berdasarkan prosedur yang disajikan.

Sumber :

Panduan Penulisan Butir Soal
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008

Untuk download file Panduan Penulisan Butir Soal, silakan klik link di bawah ini !

Klik di sini untuk cover

Klik di sini untuk daftar isi

Klik di sini untuk file panduan

Silakan layangkan saran dan pendapat anda melalui surel :

syamsulhendry@gmail.com

Sabtu, 29 Maret 2014

Penulisan Butir Soal untuk Instrumen Non-Tes

PENULISAN  BUTIR  SOAL UNTUK  INSTRUMEN NON-TES

A. Pengertian

Instrumen non-tes adalah instrumen selain tes prestasi belajar. Alat penilaian yang dapat digunakan antara lain adalah: lembar pengamatan/observasi (seperti catatan harian, portofolio, life skill) dan instrumen tes sikap, minat, dsb.

Pada prinsipnya, prosedur penulisan butir soal untuk instrumen non-tes adalah sama dengan prosedur penulisan tes pada tes prestasi belajar, yaitu menyusun kisi-kisi tes, menuliskan butir soal berdasarkan kisi--kisinya, telaah, validasi butir, uji coba butir, perbaikan butir berdasarkan hasil uji coba. Namun, dalam proses awalnya, sebelum menyusun kisi-kisi tes terdapat perbedaan dalam menentukan validitas isi/konstruknya. Dalam tes prestasi belajar, validitas isi diperoleh melalui kurikulum dan buku pelajaran, tetapi untuk non-tes validitas isi/konstruknya diperoleh melalui "teori". Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian, dsb. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 932)

B. Pengamatan

Pengamatan merupakan suatu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang sesuai dengan kompetensi yang hendak diukur. Pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan antara lain lembar pengamatan, penilaian portofolio dan penilaian kecakapan hidup.

Pelaksanaan pengamatan sikap dapat dilakukan guru pada sebelum mengajar, saat mengajar, dan sesudah mengajar. Perilaku minimal yang dapat dinilai dengan pengamatan untuk perilaku/budi pekerti peserta didik, misalnya: ketaatan pada ajaran agama, toleransi, disiplin, tanggung jawab, kasih sayang, gotong royong, kesetiakawanan, hormat-menghormati, sopan santun, dan jujur.

Portofolio merupakan deskripsi peta perkembangan kemampuan individu peserta didik. Jadi portofolio merupakan ”kartu sehat” individu peserta didik. Bila ada peserta didik yang ”sakit”, tugas guru adalah (1) menentukan penyakitnya apa, kemudian (2) memberi obat yang tepat agar peserta didik cepat sembuh dari penyakitnya.

C. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Non-tes

Dalam kisi-kisi non-tes biasanya formatnya berisi dimensi, indikator, jumlah butir soal per indikator, dan nomor butir soal. Formatnya seperti berikut ini.


Untuk mengisi kolom dimensi dan indikator, penulis soal harus mengetahui terlebih dahulu validitas konstruknya yang disusun/dirumuskan melalui teori. Cara termudah untuk mendapatkan teori adalah membaca beberapa buku, hasil penelitian, atau mencari informasi lain yang berhubungan dengan variabel atau tujuan tes yang dikehendaki. Oleh karena itu, peserta didik atau responden yang hendak mengerjakan tes ini (instrumen non-tes) tidak perlu mempersiapkan/belajar materi yang hendak diteskan terlebih dahulu seperti pada tes prestasi belajar.

Setelah teori diperoleh dari berbagai buku, maka langkah selanjutnya adalah menyimpulkan teori itu dan merumuskan mendefinisikan (yaitu definisi konsep dan definisi operasional) dengan kata-kata sendiri berdasarkan pendapat para ahli yang diperoleh dari beberapa buku yang telah dibaca. Definisi tentang teori yang dirumuskan inilah yang dinamakan konstruk. Berdasarkan konstruk yang telah dirumuskan itu, langkah selanjutnya adalah menentukan dimensi (tema-objek/hal-hal pokok yang menjadi pusat tinjauan teori), indikator (uraian/rincian dimensi yang akan diukur), dan penulisan butir soal berdasarkan indikatornya. Untuk lebih memudahkan dalam menyusun kisi-kisi tes, perhatikan alur urutannya seperti pada bagan berikut.



Berdasarkan bagan di atas, penulis soal dapat dengan mudah mengecek apakah instrumen tesnya atau butir-butir soal sudah sesuai dengan indikatornya atau belum. Misalnya soal nomor 1 sampai dengan soal terakhir berasal darimana? Dari indikator. Indikator dari mana? Dari dimensi. Rumusan dimensi darimana? Dari konstruk. Rumusan konstruk darimana? Dari teori. Jadi kesimpulannya instrumen tes yang telah disusun merupakan alat ukur yang (sudah tepat atau belum tepat) mewakili teori.

D. Kaidah Penulisan Soal

Dalam penulisan soal pada instrumen non-tes, penulis butir soal harus memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti berikut ini.

1. Materi
a. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek kognisi, afeksi atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).

2. Konstruksi
a. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
b. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
c. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
d. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
e. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
f. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari satu cara.
g. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden.
h. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
i. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu, kadang-¬kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j. Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata. Gunakanlah seperlunya.

3. Bahasa/Budaya
a. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik atau responden.
b. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
c. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.


E. Contoh Penulisan Kisi-kisi Non-Tes dan Butir soal

Dalam bagian ini disajikan beberapa contoh penulisan kisi-kisi tes dan penulisan butir soal yang sangat sederhana. Tujuan utamanya adalah agar contoh-contoh ini mudah dipahami oleh para guru di sekolah. Contoh yang akan disajikan adalah penulisan kisi-kisi dan butir soal untuk tes skala sikap, tes minat belajar, tes motivasi berprestasi, dan tes kreativitas. Untuk contoh instrumen non-tes lainnya, para guru dapat menyusunnya sendiri yang proses penyusunannya adalah sama dengan contoh yang ada di sini.

1. Tes Skala Sikap

Berbagai definisi tentang sikap yang telah dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah Mueller (1986: 3) yang menyampaikan 5 definisi dari 5 ahli, adalah seperti berikut ini. (1) Sikap adalah afeksi untuk atau melawan, penilaian tentang, suka atau tidak suka, tanggapan positif/negatif terhadap suatu objek psikologis (Thurstone). (2) Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak ke arah atau melawan suatu faktor lingkungan (Emory Bogardus). (3) Sikap adalah kesiapsiagaan mental atau saraf (Goldon Allport). (4) Sikap adalah konsistensi dalam tanggapan terhadap objek-objek sosial (Donald Cambell). (5) Sikap merupakan tanggapan tersembunyi yang ditimbulkan oleh suatu nilai (Ralp Linton, ahli antropologi kebudayaan).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, para ahli menyimpulkan bahwa sikap memiliki 3 komponen penting, yaitu komponen: (1) kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep; (2) afeksi yang mencakup perasaan seseorang; dan (3) konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku atau yang akan dilakukan. Oleh karena itu, ketiga komponen ini dimasukkan di dalam format kisi-kisi "sikap belajar peserta didik" seperti contoh berikut. Adapun definisi operasional sikap belajar adalah kecenderungan bertindak dalam perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman dari keadaan tidak tahu menjadi tahu yang dapat diukur melalui: toleransi, kebersamaan dan gotong-royong, rasa kesetiakawanan, dan kejujuran.
Contoh soalnya sebagai berikut :
Keterangan : SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju.

2. Tes Minat belajar

Minat adalah kesadaran yang timbul bahwa objek tertentu sangat disenangi dan melahirkan perhatian yang tinggi bagi individu terhadap objek tersebut (Crites, 1969 : 29). Di samping itu, minat juga merupakan kemampuan untuk memberikan stimulus yang mendorong seseorang untuk  memperhatikan aktivitas yang dilakukan berdasarkan pengalaman yang sebenarnya (Crow and Crow , 1984 :248). Berdasarkan kedua penegertian tersebut, minat merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan perhatian terhadap suatu objek yang disertai dengan rasa senang dan dilakukan penuh kesadaran.

Peserta didik yang menaruh minat pada suatu mata pelajaran, perhatiannya akan tinggi dan minatnya berfungsi sebagai pendorong  kuat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada pelajaran tersebut. Oleh karena itu, definisi operasional minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaannya yang dapat diukur melalui kesukacitaan, ketertarikan, perhatian dan keterlibatan. Berikut contoh kisi-kisi dan soal minat belajar  sastra Indonesia.

Keterangan : Nomor yang bergaris bawah adalah untuk pernyataan positif

Contoh soalnya seperti berikut :
 
Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang,  J = jarang, TP = tidak pernah.

Perhatikan contoh tes minat lainnya berikut ini.
CONTOH TES MINAT PESERTA DIDIK TERHADAP MATA PELAJARAN
Keterangan : SL = selalu, SR = sering, JR = jarang, TP = tidak pernah.

Keterangan : Dari 4 kategori: skor terendah 10, skor tertinggi 40.
33- 40           Sangat berminat
25- 32           Berminat
17- 24           Kurang berminat
10- 16           Tidak berminat


3. Tes Motivasi Berprestasi

Definisi Konsep
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong peserta didik untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain.

Definisi Operasional
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain yang dapat diukur melalui: (1) berusaha untuk unggul dalam kelompoknya, (2) menyelesaikan tugas dengan baik, (3) rasional dalam meraih keberhasilan, (4) menyukai tantangan, (5) menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses, (6) menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah.

CONTOH KISI-KISI PENYUSUNAN INSTRUMEN
VARIABEL MOTIVASI BERPRESTASI

CONTOH BUTIR SOAL:
1. Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik baripada teman- teman.
        a. Selalu  b. Sering  c. Kadang-kadang  d. Jarang  e. Tidak pernah
4. Saya menghindari upaya mengungguli prestasi teman-teman.
        a. Selalu  b. Sering  c. Kadang-kadang  d. Jarang  e. Tidak pernah
9. Saya berusaha untuk memperbaiki kinerja saya pada masa lalu.
        a. Selalu  b. Sering  c. Kadang-kadang  d. Jarang  e. Tidak pernah
12. Saya mengabaikan tugas-tugas sebelum ada yang mengatur
        a. Selalu  b. Sering  c. Kadang-kadang  d. Jarang  e. Tidak pernah

SKOR JAWABAN

3. Tes Kreativitas

Kreativitas merupakan proses berpikir yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan secara benar dan bermanfaat (Devito, 1989 : 118). Disamping itu, kreativitas juga merupakan kemampuan berpikir divergen yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinal dalam proses berpikir (Good Brophy, 1990 : 619). Ciri-ciri kreativitas berkaitan dengan imaginasi, orisinalitas, berpikir devergen, penemuan hal-hal yang bersifat baru, intuisi, hal-hal yang menyangkut perubahan dan eksplorasi (Coben, 1976 : 17). Desain tes kreativitas terdiri dari dua subtes yaitu dalam bentuk gambar dan verbal yang masing-masing bentuk memiliki ciri kelancaran (fluency). keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) (Torrance, 1974 : 8).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, definisi konsepsual kreativitas adalah kemampuan berpikir divergen. Adapun definisi operasionalnya adalah kemampuan berpikir divergen yang memiliki sifat (dapat diukur melalui) kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan hasilnya dapat berguna untuk keperluan tertentu. Dari hasil pendefinisian konstruk ini, kisi-kisinya dapat disusun seperti contoh berikut ini.

Penskoran untuk setiap indikator di atas mempergunakan skala 0-4. Misalnya untuk indikator “kelancaran”, skor : 4 = sangat lancar, 3 = cukup lancar, 2 = kurang lancar, 1 = tidak lancar, 0 = tidak menjawab. Untuk indikator “keluwesan”, skor: 4 = sangat luwes, 3 = cukup luwes, 2 = kurang luwes, 1 = tidak luwes, 0 = tidak menjawab, demikian pula seterusnya.

Adapun contoh butir soal seperti berikut.

a. Contoh Tes Verbal
Misalnya diberikan tiga gambar ikan dalam akuarium yang masing-masing dibedakan jumlah ikan dan makanannya. Pertanyaan: pilih salah satu gambar yang anda sukai dan jelaskan mengapa anda menyukainya! (waktu 3 menit).
Buatlah kalimat sebanyak-banyaknya dengan kata “pintar“!  (waktu 3 menit).
Tuliskan berbagai cara tikus masuk ke dalam rumah! (waktu 3 menit).

b. Contoh Tes Gambar
Disajikan sebuah gambar yang belum selesai.
Pertanyaan: selesaikan rancangan gambar berikut dan berikan judul sesuai dengan selera Anda! (waktu 3 menit).
Disajikan sebuah sketsa gambar yang belum selesai.
Pertanyaan : selesaikan sketsa gambar berikut menurut kesukaan anda dan setelah selesai berikut judulnya! (waktu 3 menit).
Disajikan 6 buah titik A, B, C, D, E, dan F dengan posisi yang telah ditetapkan.Pertanyaan: Buatlah gambar dari 6 titik ini, kemudian berikan judulnya!.
Disajikan gambar sebuah segitiga dan tiga lingkaran yang letaknya mengelilingi segitiga. Pertanyaan: Tafsirkan makna gambar berikut! (waktu 5 menit).

4. Tes Stres Belajar (menghadapi ujian)

Definisi konsep stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan tanggapan sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti atau penting.

Definisi operasional stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan tanggapan sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti atau penting yang dapat diukur melalui: (1) tanggapan psikologis seperti perasaan cemas, khawatir, takut, tidak senang, perasaan terganggu, dan lepas kendali, (2) tanggapan fisik seperti rasa lelah, jantung berdebar, rasa sakit, dan tekanan darah terganggu, dan (3) tanggapan perseptual seperti anggapan dan keyakinan. Berikut contoh kisi-kisi dan soal tes stres belajar.


Keterangan: nomor soal ganjil adalah pernyataan positif, nomor soal genap adalah pernyataan negatif.

Contoh soal stres belajar.

Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang,
          J = jarang, TP = tidak pernah.

6. Teknik Penskoran

Salah satu kegiatan dari penulisan butir soal yaitu teknik penskoran. Ada cara sederhana untuk menskor hasil jawaban peserta didik dari instrumen non-tes. Sebagai contoh, tes skala sikap di atas telah dikerjakan oleh salah satu peserta didik.

Nama peserta didik :  Susiana



Penjelasan: Dalam kisi-kisi tes, soal nomor 1-6 hanya mewakili indikator “mau menerima pendapat orang lain” dari dimensi “toleransi” untuk topik “sikap belajar peserta didik di sekolah”. Sebagai contoh penskorannya adalah seperti berikut ini.
1. Perilaku positif terdapat pada soal nomor 1, 3, 5 dengan pemberian skor:     SS= 4, S= 3, TS= 2, STS= 1.
2. Perilaku negatif terdapat pada soal nomor 2, 4, 6 dengan pemberian skor:     SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4
3. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku positif minimal 3 x 4 = 12,
Maksimal 3 x 5 = 15, (3 berasal dari 3 butir soal yang positif; 3 adalah skor S; 4 adalah skor SS).
4. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku negatif minimal 3 x 2 = 6,
Maksimal 3 x 1 = 3 (3 berasal  dari 3 butir soal yang negatif, 2 adalah skor S; 1 adalah  skor SS).
5.  Skor rata-rata: perilaku minimal adalah (12 + 6):2 = 9.
Perilaku maksimal adalah (15 + 3) : 2 = 9.
6.  Jadi skor Susiana di atas adalah seperti berikut ini.
     Perilaku positif 5+4+1 = 10, perilaku negatif 4+2+3 = 9.
Skor akhir Susiana adalah (10+9):2 = 9,5 atau 10.

Skor Susiana 10, sedangkan ukuran perilaku positif minimal 12 dan maksimalnya adalah 15. Jadi sikap Susiana tentang “toleransi” khususnya mau menerima pendapat orang lain” dalam topik “sikap belajar peserta didik di sekolah” masih kurang. Artinya bahwa Susiana mempunyai sikap positif yang tidak begitu tinggi tentang “mau menerima pendapat orang lain”. Dia perlu pembinaan dan peningkatan khususnya mengenai perilaku ini.


Sumber :

Panduan Penulisan Butir Soal
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008