Pendekatan Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar
Dalam pembelajaran bahasa tiga istilah yang saling
berkaitan sering dibicarakan, yakni pendekatan, metode, dan teknik. Ketiga
istilah ini sering digunakan secara bergantian dan sering terjadi tumpang
tindih. Yang dimaksud dengan pendekatan adalah teori-teori tentang hakikat
bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan atau
prinsip pengajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis, dalam pengertian
bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan
tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan tertentu diturunkan pelbagai metode
pengajaran bahasa. Untuk selanjutnya, dari metode tertentu dijabarkan ke dalam
teknik-teknik mengajar tertentu.
Urutan ketiga istilah yang saling berkaitan dapat
diperhatikan pada rumusan berikut. Teori-teori yang berbeda tentang hakikat
bahasa dan bagaimana bahasa itu dipelajari ( pendekatan ), mengimplikasikan
cara-cara merancang pengajaran bahasa yang berbeda pula ( metode ), dan
cara-cara tentang bagaimana mengatur jenis-jenis aktivitas kelas (peran guru,
peran siswa, model interaksi, dan model kelas) yang berbeda pula ( teknik ).
Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Pendekatan whole language ( PWL ) tidak secara
eksplisit disebut-sebut dalam kurikulum bahasa dan sastra Indonesia. PWL lahir
secara tidak langsung sebagai reaksi atas kelemahan-kelemahan pendekatan
struktural yang memperlakukan keterampilan berbahasa dan komponen bahasa secara
terpisah-pisah. Dalam pendekatan struktural, misalnya, guru mengajarkan tata
bahasa dan keterampilan berbahasa secara terpisah-pisah. Padahal kenyataannya
dalam kehidupan nyata sehari-hari, seseorang lebih banyak menghadapi fenomena
kebahasaan secara utuh, tidak terpotong-potong. Dengan mengajarkan bahasa
secara terpisah-pisah, sangat sulit untuk memotivasi siswa belajar bahasa
karena siswa melihat apa yang dipelajarinya tidak ada hubungannya dengan kehidupan
mereka di dalam keluarga dan masyarakat.
Pendekatan whole language ( PWL ) adalah salah
satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara
utuh, tidak terpisah-pisah. Prinsip Pendekatan whole language ( PWL )
adalah (1) bahasa disajikan dalam keutuhan; (2) aktivitas-aktivitas
pembelajaran lebih bergerak dari “keseluruhan” ke “bagian” daripada dari
“bagian” ke “keseluruhan”; (3) keempat keterampilan berbahasa dioptimalkan; (4)
bahasa dipelajari melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Komponen Pendekatan whole language ( PWL )
adalah (1) membaca nyaring (reading aloud); (2) menulis jurnal (journal
writing); (3) membaca diam (sustained silent reading); (4)
membaca bersama/berbagi (shared reading); (5) membaca
terbimbing (guided reading); (6) menulis terbimbing (guided writing); (7)
membaca bebas (independent reading); (8) menulis bebas (independent writing).
Konsep Pendekatan whole language ( PWL )
harus tercermin dalam (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pengajaran, (3) peran
siswa dan guru, (4) teknik mengajar, dan (5) teknik penilaian.
Pendekatan Komunikatif dalam
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Berbahasa adalah menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi, yaitu menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain, dari
penulis kepada pembacanya, atau dari pembicara kepada pendengarnya. Hanya saja,
dalam pengajaran bahasa di sekolah-sekolah fungsi komunikasi bahasa ini sering
diabaikan. Hal ini terlihat dari orientasi pengajaran bahasa yang lebih
mementingkan pengetahuan tentang bahasa – yang dinamakan tatabahasa – bukan
keterampilan menggunakan bahasa untuk maksud komunikasi.
Orientasi pengajaran bahasa yang lebih menekankan
pada aturan-aturan (language usage) bukan pada penggunaan bahasa (language
use) ditengarai merupakan penyebab kegagalan program pengajaran bahasa
di sekolah-sekolah. Cazden (dalam BMP Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar, Modul 5, halaman 5.15) menyatakan bahwa performansi gramatikal
yang merupakan pengetahuan implisit tidak berpengaruh pada performansi aktual.
Di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada pengajaran
bahasa dengan pendekatan struktural mulai surut. Pendekatan struktural adalah
pendekatan pengajaran bahasa yang lebih mementingkan aspek struktur dengan
memisahkannya dari penggunaan bahasa yang nyata. Pengajaran bahasa mengabaikan
aspek komunikasi. Setelah itu mulai timbul kesadaran bahwa tidaklah mungkin
mengajarkan bahasa dengan mengabaikan aspek komunikasi berbahasa.
Pendekatan komunikatif mendapat tempat yang subur di
Inggris. Christopher Candlin dan Henry Widdowson menunjukkan bahasa beberapa
aspek bahasa yang terpenting adalah aspek komunikasi. Berbahasa pada hakikatnya
adalah berkomunikasi.
Pendekatan komunikatif mendapat dukungan dari dua
kelompok ahli linguistik, yakni (1) ahli sosiolinguistik yang dipelopori oleh
Dell Hymes ( di Amerika ) dan (2) ahli linguistik sosial yang dipelopori oleh
Firth dan Halliday ( di Inggris ). Kedua kelompok memiliki pandangan yang sama
tentang hakikat bahasa, yakni bahasa sebagai alat komunikasi yang tidak dapat
dipisahkan dari aspek sosial budaya. Bahasa haruslah dipandang dari sudut
fungsi dan aspek sosial.
Chomsky melontarkan konsep kompetensi linguistik,
yakni kemampuan internal seseorang untuk menciptakan dan memahami kalimat,
termasuk kalimat yang tidak pernah didengar sebelumnya dan apakah sebuah
bentukan itu kalimat atau bukan. Titik utama kajian linguistik adalah mengaji
kemampuan abstrak penutur bahasa untuk membuat kalimat-kalimat yang gramatikal.
Menurut Hymes, pandangan Chomsky itu kering karena melepaskan
keterikatan bahasa dengan fungsinya sebagai alat komunikasi dan melepaskannya
dari aspek budaya. Dalam kenyataan sehari-hari, pembicara dapat lepas dari
sejumlah variabel yang mempengaruhi penggunaan bahasa. Oleh karena itu, orang
yang memiliki kompetensi komunikatif adalah mereka yang telah memiliki
pengetahuan tentang bahasa dan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi seutuhnya. Pandangan
Hymes tersebut semakin mempercepat perkembangan sosiolinguistik dan memberi
angin baru bagi perkembangan keilmuan lain seperti semantik dan etnometodologi
yang memandang bahasa dari sudut fungsi dan aspek sosialnya.
Dukungan bagi pengembangan pendekatan komunikatif
juga datang dari daratan Inggris. Dua linguis aliran London, Firth dan Halliday
memberi perhatian pada aspek semantik dan sosial bahasa. Halliday menjabarkan
pandangan Hymes melalui teorinya tentang 7 fungsi bahasa yakni : fungsi
instrumental, aturan, interaksi, pribadi, penggalian pribadi, imajinatif, dan
penggambaran. Mengaji bahasa, dalam kerangka Halliday, selalu mengaitkannya
dengan fungsi, tidak pernah mengaji bahasa terlepas dari fungsi atau makna
saja.
Cazden menyatakan bahwa kompetensi komunikatif itu
mencakup dua aspek, yaitu (1) kompetensi lingual dan (2) kompetensi
sosiolingual. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, seseorang tidak hanya
menguasai pengetahuan tentang bahasa seperti fonologi, sintaksis, dan semantik,
tetapi juga pengetahuan tentang konteks sosial yang digunakan dalam komunikasi
pada bahasa tersebut.
Kemampuan komunikatif merupakan seperangkat
kemampuan yang bersifat potensial untuk melakukan kegiatan komunikasi. Oleh
karena itu, seorang penutur baru dapat dikatakan memiliki kompetensi
komunikatif apabila ia mempunyai kemampuan struktural yang memadai dan memiliki
kepekaan kontekstual yang cukup tinggi sehingga ketepatan dalam pemakaian
bahasa itu tidak hanya ketepatan gramatikal saja, tetapi juga ketepatan
sosiolingual.
Untuk merancang pengajaran bahasa dan sastra
Indonesia berpendekatan komunikatif ada baiknya kita perhatikan saran Yalden.
Yalden merumuskan bahwa dalam pengajaran bahasa komunikatif disepakati (1)
kompetensi komunikatif merupakan tujuan yang tepat pada seluruh tingat, (2) isi
yang dikomunikasikan merupakan masalah utama yang harus direncanakan, bukan
bentuk-bentuk bahasa, dan (3) pengajaran bahasa harus berorientasi pada siswa.
Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif
lebih bersifat humanistik. Siswa ditempatkan pada posisi aktif sebagai pusat
kegiatan pengajaran dan guru sebagai fasilitator dalam proses itu. Hal itu
harus tampak pada rumusan tujuan pengajaran, pemilihan materi pengajaran, peran
siswa dan guru, teknik mengajar, dan teknik penilaian.
Pendekatan Kontekstual dalam
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Ada beberapa konsep kunci dalam pembaharuan
pendidikan, yakni : pendidikan haruslah link and match. Pendidikan harus
mengembangkan prinsip relevansi. Pendidikan haruslah menyenangkan, tidak
membosankan. Pendidikan haruslah mengembangkan sisi kepribadian anak didik
secara komprehensif. Pendidikan haruslah mengembangkan sikap bekerja sama.
Pembelajaran haruslah bermakna. Jangan mengajarkan sesuatu yang tidak ada di
sekitar anak. Pendidikan haruslah relevan dengan dunia nyata. Dalam pendidikan
siswa haruslah aktif, guru hanya sebagaI fasilitator. Pembelajaran seharusnya
terpusat pada anak, bukan pada guru.
Dalam pendidikan, sekolah haruslah mengembangkan
semua potensi yang ada di sekolah itu. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Semua itu dilakukan
semata-mata agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik, lebih bermakna, lebih
tahan lama, lebih sesuai dengan lingkungannya.
Terdapat dua teori yang melatarbelakangi munculnya
pembelajaran kontekstual, yakni (1) tilsafat progresivisme dan (2) teori
kognitif.
Pokok-pokok pandangan progresivisme yakni :
1.
Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara
aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan
guru.
2.
Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar.
3.
Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung
untuk merangsang belajar.
4.
Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5.
Adanya kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
6.
Sekolah progresif merupakan laboratorium untuk
melakukan eksperimen.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus
dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
Dalam pandangan teori kognitif, siswa akan belajar
dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas
dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar
dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan.
Pembelajaran kontekstual menurut Johnson adalah
suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan
pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadi, sosial,
dan budayanya.
Ada delapan komponen utama dalam pembelajaran
kontekstual, yakni :
1.
Melakukan hubungan yang bermakna
2.
Mengerjakan pekerjaan yang berarti
3.
Mengatur cara belajar sendiri
4.
Bekerja sama
5.
Berpikir kritis dan kreatif
6.
Memelihara / merawat pribadi siswa
7.
Mencapai standar yang tinggi
8.
Menggunakan asesmen autentik
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah
proses belajar mengajar yang erat kaitannya dengan pengalaman nyata. Nurhadi
menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar di mana guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari
konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi
sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat.
Terdapat tujuh komponen utama dalam pendekatan
kontekstual, yakni (1) konstruktivisme, (2) bertanya, (3) inkuiri, (4)
masyarakat belajar, (5) permodelan, (6) refleksi, dan (7) asesmen autentik.
Sebuah kelas bahasa dan sastra Indonesia dikatakan menggunakan pendekatan
kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dala pembelajaran.
Terdapat sebelas kata kunci dalam pembelajaran
kontekstual, yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) gembira, (4)
belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan
berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) suasana kelas menyenangkan dan tidak
membosankan, (9) berbagi dengan teman, (10) siswa kritis, dan (11) guru
kreatif.
Berikut beberapa gambaran tentang kelas bahasa dan
sastra Indonesia yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual :
1.
Adanya kerjasama antara guru – siswa, siswa –
siswa, guru – orang tua, sekolah – masyarakat.
2.
Guru bahasa dan sastra Indonesia harus merancang
kelas dalam suasana yang gembira, menyenangkan, dan tidak ada tekanan.
3.
Guru bahasa dan sastra Indonesia SD selalu
merancang pembelajarannya secara terintegrasi.
4.
Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak hanya
terbatas memanfaatkan kelas sebagai tempat dan sumber belajar, tetapi juga
memanfaatkan luar kelas atau lingkungan sebagai sumber belajar.
5.
Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak akan
melakukan aktivitas menghafal sebagai kegiatan pokok, tetapi siswa lebih banyak
melakukan inkuiri.
6.
Dalam kelas bahasa dan sastra Indonesia guru
melakukan asesmen berbasis kelas atau asesmen autentik.
7.
Dalam kelas bahasa dan sastra Indonesia selalu
diakhiri dengan kegiatan refleksi untuk melihat kembali apa yang sudah
dilakukan oleh guru dan siswa.
Sumber :
Santoso, DR. Anang, M.Pd. (2013). Buku Materi Pokok Mata Kuliah Materi dan
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : Modul 5 : Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka
Berkaitan dengan tugas tutorial kedua pada pertemuan
kelima, coba Saudara perhatikan :
Jawaban :
1.
Susilo Bambang Yudhoyono.
2.
Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden
Republik Indonesia yang pertama dipilih oleh rakyat dalam Pemilihan Presiden
secara langsung pada dua periode pemilihan secara berturut-turut, yakni periode
2004 – 2009 dan 2009 – 2014. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono lebih akrab
disapa Pak SBY. Beliau lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II. Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm).
Tentu saja kalimat pertanyaan untuk kedua jawaban di atas tidak sama.
Betul, kan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar