# Mengajar tanpa menggurui # Memberi nasehat tanpa merasa lebih hebat #

Kamis, 12 Mei 2016

Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar untuk Mahasiswa Semester 9 Program Studi S.1 PGSD FKIP UT UPBJJ Batam Subpokjar Dabo Singkep



Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar
Dalam pembelajaran bahasa tiga istilah yang saling berkaitan sering dibicarakan, yakni pendekatan, metode, dan teknik. Ketiga istilah ini sering digunakan secara bergantian dan sering terjadi tumpang tindih. Yang dimaksud dengan pendekatan adalah teori-teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan atau prinsip pengajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis, dalam pengertian bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan tertentu diturunkan pelbagai metode pengajaran bahasa. Untuk selanjutnya, dari metode tertentu dijabarkan ke dalam teknik-teknik mengajar tertentu.
Urutan ketiga istilah yang saling berkaitan dapat diperhatikan pada rumusan berikut. Teori-teori yang berbeda tentang hakikat bahasa dan bagaimana bahasa itu dipelajari ( pendekatan ), mengimplikasikan cara-cara merancang pengajaran bahasa yang berbeda pula ( metode ), dan cara-cara tentang bagaimana mengatur jenis-jenis aktivitas kelas (peran guru, peran siswa, model interaksi, dan model kelas) yang berbeda pula ( teknik ).
Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Pendekatan whole language ( PWL ) tidak secara eksplisit disebut-sebut dalam kurikulum bahasa dan sastra Indonesia. PWL lahir secara tidak langsung sebagai reaksi atas kelemahan-kelemahan pendekatan struktural yang memperlakukan keterampilan berbahasa dan komponen bahasa secara terpisah-pisah. Dalam pendekatan struktural, misalnya, guru mengajarkan tata bahasa dan keterampilan berbahasa secara terpisah-pisah. Padahal kenyataannya dalam kehidupan nyata sehari-hari, seseorang lebih banyak menghadapi fenomena kebahasaan secara utuh, tidak terpotong-potong. Dengan mengajarkan bahasa secara terpisah-pisah, sangat sulit untuk memotivasi siswa belajar bahasa karena siswa melihat apa yang dipelajarinya tidak ada hubungannya dengan kehidupan mereka di dalam keluarga dan masyarakat.
Pendekatan whole language ( PWL ) adalah salah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah. Prinsip Pendekatan whole language ( PWL ) adalah (1) bahasa disajikan dalam keutuhan; (2) aktivitas-aktivitas pembelajaran lebih bergerak dari “keseluruhan” ke “bagian” daripada dari “bagian” ke “keseluruhan”; (3) keempat keterampilan berbahasa dioptimalkan; (4) bahasa dipelajari melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Komponen Pendekatan whole language ( PWL ) adalah (1) membaca nyaring (reading aloud); (2) menulis jurnal (journal writing); (3) membaca diam (sustained silent reading); (4) membaca bersama/berbagi (shared reading); (5) membaca terbimbing (guided reading); (6) menulis terbimbing (guided writing); (7) membaca bebas (independent reading); (8) menulis bebas (independent writing).
Konsep Pendekatan whole language ( PWL ) harus tercermin dalam (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pengajaran, (3) peran siswa dan guru, (4) teknik mengajar, dan (5) teknik penilaian.

Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Berbahasa adalah menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, yaitu menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain, dari penulis kepada pembacanya, atau dari pembicara kepada pendengarnya. Hanya saja, dalam pengajaran bahasa di sekolah-sekolah fungsi komunikasi bahasa ini sering diabaikan. Hal ini terlihat dari orientasi pengajaran bahasa yang lebih mementingkan pengetahuan tentang bahasa – yang dinamakan tatabahasa – bukan keterampilan menggunakan bahasa untuk maksud komunikasi.
Orientasi pengajaran bahasa yang lebih menekankan pada aturan-aturan (language usage) bukan pada penggunaan bahasa (language use) ditengarai merupakan penyebab kegagalan program pengajaran bahasa di sekolah-sekolah. Cazden (dalam BMP Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar, Modul 5, halaman 5.15) menyatakan bahwa performansi gramatikal yang merupakan pengetahuan implisit tidak berpengaruh pada performansi aktual.
Di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada pengajaran bahasa dengan pendekatan struktural mulai surut. Pendekatan struktural adalah pendekatan pengajaran bahasa yang lebih mementingkan aspek struktur dengan memisahkannya dari penggunaan bahasa yang nyata. Pengajaran bahasa mengabaikan aspek komunikasi. Setelah itu mulai timbul kesadaran bahwa tidaklah mungkin mengajarkan bahasa dengan mengabaikan aspek komunikasi berbahasa.
Pendekatan komunikatif mendapat tempat yang subur di Inggris. Christopher Candlin dan Henry Widdowson menunjukkan bahasa beberapa aspek bahasa yang terpenting adalah aspek komunikasi. Berbahasa pada hakikatnya adalah berkomunikasi.
Pendekatan komunikatif mendapat dukungan dari dua kelompok ahli linguistik, yakni (1) ahli sosiolinguistik yang dipelopori oleh Dell Hymes ( di Amerika ) dan (2) ahli linguistik sosial yang dipelopori oleh Firth dan Halliday ( di Inggris ). Kedua kelompok memiliki pandangan yang sama tentang hakikat bahasa, yakni bahasa sebagai alat komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari aspek sosial budaya. Bahasa haruslah dipandang dari sudut fungsi dan aspek sosial.
Chomsky melontarkan konsep kompetensi linguistik, yakni kemampuan internal seseorang untuk menciptakan dan memahami kalimat, termasuk kalimat yang tidak pernah didengar sebelumnya dan apakah sebuah bentukan itu kalimat atau bukan. Titik utama kajian linguistik adalah mengaji kemampuan abstrak penutur bahasa untuk membuat kalimat-kalimat yang gramatikal.
Menurut Hymes, pandangan Chomsky itu kering karena melepaskan keterikatan bahasa dengan fungsinya sebagai alat komunikasi dan melepaskannya dari aspek budaya. Dalam kenyataan sehari-hari, pembicara dapat lepas dari sejumlah variabel yang mempengaruhi penggunaan bahasa. Oleh karena itu, orang yang memiliki kompetensi komunikatif adalah mereka yang telah memiliki pengetahuan tentang bahasa dan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi seutuhnya. Pandangan Hymes tersebut semakin mempercepat perkembangan sosiolinguistik dan memberi angin baru bagi perkembangan keilmuan lain seperti semantik dan etnometodologi yang memandang bahasa dari sudut fungsi dan aspek sosialnya.
Dukungan bagi pengembangan pendekatan komunikatif juga datang dari daratan Inggris. Dua linguis aliran London, Firth dan Halliday memberi perhatian pada aspek semantik dan sosial bahasa. Halliday menjabarkan pandangan Hymes melalui teorinya tentang 7 fungsi bahasa yakni : fungsi instrumental, aturan, interaksi, pribadi, penggalian pribadi, imajinatif, dan penggambaran. Mengaji bahasa, dalam kerangka Halliday, selalu mengaitkannya dengan fungsi, tidak pernah mengaji bahasa terlepas dari fungsi atau makna saja.
Cazden menyatakan bahwa kompetensi komunikatif itu mencakup dua aspek, yaitu (1) kompetensi lingual dan (2) kompetensi sosiolingual. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, seseorang tidak hanya menguasai pengetahuan tentang bahasa seperti fonologi, sintaksis, dan semantik, tetapi juga pengetahuan tentang konteks sosial yang digunakan dalam komunikasi pada bahasa tersebut.
Kemampuan komunikatif merupakan seperangkat kemampuan yang bersifat potensial untuk melakukan kegiatan komunikasi. Oleh karena itu, seorang penutur baru dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikatif apabila ia mempunyai kemampuan struktural yang memadai dan memiliki kepekaan kontekstual yang cukup tinggi sehingga ketepatan dalam pemakaian bahasa itu tidak hanya ketepatan gramatikal saja, tetapi juga ketepatan sosiolingual.
Untuk merancang pengajaran bahasa dan sastra Indonesia berpendekatan komunikatif ada baiknya kita perhatikan saran Yalden. Yalden merumuskan bahwa dalam pengajaran bahasa komunikatif disepakati (1) kompetensi komunikatif merupakan tujuan yang tepat pada seluruh tingat, (2) isi yang dikomunikasikan merupakan masalah utama yang harus direncanakan, bukan bentuk-bentuk bahasa, dan (3) pengajaran bahasa harus berorientasi pada siswa.
Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif lebih bersifat humanistik. Siswa ditempatkan pada posisi aktif sebagai pusat kegiatan pengajaran dan guru sebagai fasilitator dalam proses itu. Hal itu harus tampak pada rumusan tujuan pengajaran, pemilihan materi pengajaran, peran siswa dan guru, teknik mengajar, dan teknik penilaian.

Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Ada beberapa konsep kunci dalam pembaharuan pendidikan, yakni : pendidikan haruslah link and match. Pendidikan harus mengembangkan prinsip relevansi. Pendidikan haruslah menyenangkan, tidak membosankan. Pendidikan haruslah mengembangkan sisi kepribadian anak didik secara komprehensif. Pendidikan haruslah mengembangkan sikap bekerja sama. Pembelajaran haruslah bermakna. Jangan mengajarkan sesuatu yang tidak ada di sekitar anak. Pendidikan haruslah relevan dengan dunia nyata. Dalam pendidikan siswa haruslah aktif, guru hanya sebagaI fasilitator. Pembelajaran seharusnya terpusat pada anak, bukan pada guru.
Dalam pendidikan, sekolah haruslah mengembangkan semua potensi yang ada di sekolah itu. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Semua itu dilakukan semata-mata agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik, lebih bermakna, lebih tahan lama, lebih sesuai dengan lingkungannya.
Terdapat dua teori yang melatarbelakangi munculnya pembelajaran kontekstual, yakni (1) tilsafat progresivisme dan (2) teori kognitif.
Pokok-pokok pandangan progresivisme yakni :
1.       Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan guru.
2.       Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar.
3.       Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
4.       Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5.       Adanya kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
6.       Sekolah progresif merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
Dalam pandangan teori kognitif, siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan.
Pembelajaran kontekstual menurut Johnson adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya.
Ada delapan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual, yakni :
1.       Melakukan hubungan yang bermakna
2.       Mengerjakan pekerjaan yang berarti
3.       Mengatur cara belajar sendiri
4.       Bekerja sama
5.       Berpikir kritis dan kreatif
6.       Memelihara / merawat pribadi siswa
7.       Mencapai standar yang tinggi
8.       Menggunakan asesmen autentik
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah proses belajar mengajar yang erat kaitannya dengan pengalaman nyata. Nurhadi menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Terdapat tujuh komponen utama dalam pendekatan kontekstual, yakni (1) konstruktivisme, (2) bertanya, (3) inkuiri, (4) masyarakat belajar, (5) permodelan, (6) refleksi, dan (7) asesmen autentik. Sebuah kelas bahasa dan sastra Indonesia dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dala pembelajaran.
Terdapat sebelas kata kunci dalam pembelajaran kontekstual, yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) gembira, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) suasana kelas menyenangkan dan tidak membosankan, (9) berbagi dengan teman, (10) siswa kritis, dan (11) guru kreatif.
Berikut beberapa gambaran tentang kelas bahasa dan sastra Indonesia yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual :
1.       Adanya kerjasama antara guru – siswa, siswa – siswa, guru – orang tua, sekolah – masyarakat.
2.       Guru bahasa dan sastra Indonesia harus merancang kelas dalam suasana yang gembira, menyenangkan, dan tidak ada tekanan.
3.       Guru bahasa dan sastra Indonesia SD selalu merancang pembelajarannya secara terintegrasi.
4.       Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak hanya terbatas memanfaatkan kelas sebagai tempat dan sumber belajar, tetapi juga memanfaatkan luar kelas atau lingkungan sebagai sumber belajar.
5.       Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak akan melakukan aktivitas menghafal sebagai kegiatan pokok, tetapi siswa lebih banyak melakukan inkuiri.
6.       Dalam kelas bahasa dan sastra Indonesia guru melakukan asesmen berbasis kelas atau asesmen autentik.
7.       Dalam kelas bahasa dan sastra Indonesia selalu diakhiri dengan kegiatan refleksi untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan oleh guru dan siswa.

Sumber :
Santoso, DR. Anang, M.Pd. (2013). Buku Materi Pokok Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : Modul 5 : Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka
Berkaitan dengan tugas tutorial kedua pada pertemuan kelima, coba Saudara perhatikan :
Jawaban :
1.       Susilo Bambang Yudhoyono.
2.       Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden Republik Indonesia yang pertama dipilih oleh rakyat dalam Pemilihan Presiden secara langsung pada dua periode pemilihan secara berturut-turut, yakni periode 2004 – 2009 dan 2009 – 2014. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono lebih akrab disapa Pak SBY. Beliau lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II. Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm).

Tentu saja kalimat pertanyaan untuk kedua jawaban di atas tidak sama. Betul, kan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar