Belajar merupakan proses mengubah perilaku ke arah yang positif. Belajar
bahasa pada hakikatnya adalah belajar menggunakan bahasa secara baik dan benar
dalam kegiatan komunikasi, bukan belajar tentang bahasa. Belajar tentang bahasa
mengarah kepada belajar ilmu bahasa atau linguistik.
Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lain.
Kegiatan interaksi ini membutuhkan alat, sarana, atau media yaitu bahasa.
Secara universal pengertian bahasa ialah suatu bentuk ungkapan yang bentuk
dasarnya ujaran.
Bahasa memiliki beberapa ciri atau sifat, yakni bahasa itu sebuah
sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, arbitrer, bermakna, konvensional, unik,
universal, produktif, bervariasi, dinamis.
Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat
terbagi atas dua unsur utama yakni bentuk (arus ujaran) dan isi (makna). Bentuk
bahasa terdiri atas dua unsur yakni unsur segmental dan unsur suprasegmental.
Unsur segmental terdiri atas fonem, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa,
kalimat, dan wacana. Unsur suprasegmental yakni tekanan ( keras lembut, tinggi
rendah ), intonasi, atau perhentian ( jeda ).
Bahasa memiliki fungsi umum yaitu fungsi informasi, ekspresi, adaptasi
dan integrasi, dan kontrol sosial.
Bahasa juga memiliki fungsi khusus yaitu sebagai alat untuk menjalankan
administrasi negara, alat pemersatu, serta wadah penampungan ilmu dan
kebudayaan.
Ragam Bahasa
Berdasarkan bidang wacana, ragam bahasa meliputi ragam ilmiah dan
populer.
Berdasarkan sarana, ragam bahasa meliputi ragam lisan dan tulisan.
Berdasarkan pendidikan, ragam bahasa meliputi ragam baku dan tidak
baku.
Ragam bahasa baku menggunakan kaidah bahasa yang lebih lengkap
dibandingkan dengan bahasa tidak baku. Ragam bahasa baku memiliki sifat
keseragaman kaidah yang akan membawa kemantapan dinamis yang berupa aturan yang
tetap. Baku atau standar artinya tidak dapat berubah setiap saat. Isi bahasa
baku mengungkapkan pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
Belajar Bahasa
Belajar bahasa adalah perubahan perilaku yang relatif permanen dan
merupakan hasil pelatihan berbahasa yang mendapat penguatan. Belajar bahasa
bukan merupakan seperangkat langkah yang mudah yang dapat diprogramkan dalam
kemasan kilat. Belajar bahasa harus memahami prinsip-prinsip dengan menjawab pertanyaan
siapa, apa, bagaimana, kapan, di mana, mengapa.
Melalui pengalaman belajar, siswa menemukan, menerapkan, menganalisis,
membandingkan, menyusun, memperbaiki, menilai, dan menyimpulkan sendiri.
Belajar merupakan perubahan perilaku manusia atau perubahan kapabilitas yang
relatif permanen sebagai hasil pengalaman. Belajar melalui proses yang relatif
terus-menerus dijalani dari berbagai pengalaman. Pengalaman ini yang disebut
belajar.
Seseorang belajar bahasa, pada dasarnya bertujuan untuk dapat mengungkapkan
kemampuan menggunakan bahasa untuk berbagai keperluan. Valetta dan Disk mengelompokkan
tujuan-tujuan pengajaran bahasa berdasarkan atas keterampilan dan jenis
perilakunya.
Urutan keterampilan dalam proses belajar bahasa adalah keterampilan
menghafal, demonstrasi, transfer ( reseptif dan aplikatif ), komunikasi, dan
mengkritik.
Pembelajaran bahasa Indonesia tercakup proses memperoleh pengetahuan,
memahami dengan baik wacana tulis dan lisan, berlatih menerapkannya dalam
praktik kebahasaan, dan terbiasa menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan baik.
Prinsip belajar, yaitu : sadar tujuan, perhatian, minat, motivasi,
kesiapan, pelatihan, aktivitas keterlibatan langsung, berani menghadapi
masalah, dampak keberhasilan, perbedaan individual, dan reaksi ganda.
Etimologi
Etimologi merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang asal
usul suatu kata.
Perhatikan :
moril, materil, spirituil −−→ moral,
material, spiritual
Unsur serapan yang berakhiran il menjadi –al, kecuali unyil
organization, transportation, revolution −−→
organisasi, transportasi, revolusi
structure −−→ struktur
standard −−→ standar
standardization
−−→ standardisasi
import
−−→ impor
photocopy
−−→ fotokopi
productive
−−→ produktif
productivity
−−→ produktivitas
Semantik
Semantik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna
suatu kata, baik makna secara leksikal maupun makna secara gramatikal.
Perhatikan :
bulan −−→
bulan-bulanan −−→ bulan depan
Ketiga kata “bulan” memiliki arti yang tidak sama.
Fonologi
Fonologi dalam ilmu bahasa dibagi dua, yakni fonetik dan fonemik.
Bunyi ujaran yang berfungsi membedakan arti disebut fonem. Perhatikan :
dari, sari, lari, mari, kari, tari, cari. Satu unsur bunyi saja yang berubah
dapat membedakan arti.
Untuk membedakan fonem dengan huruf ( grafem ), perhatikan contoh
berikut :
Susunan fonem
|
Jumlah fonem
|
Susunan huruf
|
Jumlah huruf
|
Kata yang terbentuk
|
/iᶇat/
|
4
|
ingat
|
5
|
Ingat
|
/ɳaɳi/
|
4
|
nyanyi
|
6
|
nyanyi
|
Perbedaan jumlah fonem dengan jumlah huruf pada setiap kata, menunjukkan
perbedaan makna antara fonem dan huruf ( grafem ). Fonem adalah satuan bunyi
bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti.
Sedangkan huruf ( grafem ) adalah lambang ( gambar ) dari bunyi ( fonem
).
Suku kata
Suku kata ditandai dengan fonem vokal. Adanya fonem vokal dapat
menandai jumlah suku kata pada setiap kata dasar. Satu suku kata hanya memiliki
satu buah fonem vokal.
Perhatikan contoh berikut :
Implementasi
|
−−→
|
Im-ple-men-ta-si
|
Struktur
|
−−→
|
Struk-tur
|
Aktivitas
|
−−→
|
Ak-ti-vi-tas
|
Kompleksitas
|
−−→
|
Kom-plek-si-tas
|
Aktif
|
−−→
|
Ak-tif
|
Kompleks
|
−−→
|
Kom-pleks
|
Kepulauan
|
−−→
|
Ke-pu-lau-an
|
Dedaunan
|
−−→
|
De-da-un-an
|
Perhatikan pola suku kata pada tabel berikut :
No.
|
Struktur pola suku kata
|
Suku kata dan kata
|
1.
|
v
|
a pada a-nak, i-a
|
2.
|
vk
|
il pada il-mu, ka-il
|
3.
|
kv
|
ku pada ku-da, ku-ku, ku-tu, ku-tuk
|
4.
|
kkv
|
gra pada gra-nit, gra-fik
|
5.
|
kkvk
|
spon pada spon-tan
|
6.
|
kvkk
|
teks pada teks-til
|
7.
|
kkkv
|
stra pada stra-te-gi
|
8.
|
kkkvk
|
struk pada struk-tur
|
9.
|
kkvkk
|
pleks pada kom-pleks
|
10.
|
kvkkk
|
korps
|
Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi bahasa yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia serta bagaimana bunyi ujaran itu dapat
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Fonemik yaitu ilmu bahasa yang mengaji bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi
sebagai pembeda makna.
Morfologi
Morfologi yaitu ilmu bahasa yang membahas bentuk-bentuk kata.
Morfem yaitu kesatuan bahasa
yang berfungsi untuk membentuk kata serta perubahan-perubahannya.
Morfem terdiri atas morfem bebas dan terikat. Morfem bebas adalah mofem
dasar berupa kata dasar yang dapat berdiri sendiri dan menjadi sebuah kalimat.
Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat menjadi sebuah kalimat.
Perhatikan :
Sebuah morfem bebas dapat menjadi sebuah kalimat.
|
Lapar?
Lapar!
Lapar!
Morfem terikat tidak dapat menjadi kalimat jika berdiri sendiri. Morfem terikat terbagi atas morfem terikat
morfologis dan sintaksis. Morfem terikat morfologis yaitu morfem yang terikat
pada sebuah morfem dasar. Morfem terikat morfologis dikelompokkan ke dalam
afiks ( imbuhan ), yakni prefiks ( awalan ), infiks ( sisipan ), sufiks (
akhiran ) dan konfiks ( gabungan imbuhan ).
Morfem terikat memiliki pengaruh yang besar terhadap kemunculan makna
baru. Perubahan kata dasar menjadi kata turunan, selain mengakibatkan perubahan
bentuk, juga perubahan makna.
Sedangkan morfem terikat sintaksis yaitu morfem dasar yang tidak mampu
berdiri sendiri sebagai kata karena tidak mengandung makna tersendiri sehingga
tidak dapat menjadi kalimat. Misalnya : agak, setelah, untuk, dan, yang.
Sintaksis
Sintaksis yaitu ilmu bahasa yang membahas tata kalimat. Sintaksis membahas
frase, klausa, dan kalimat.
Perhatikan :
Lagi makan.
Makan lagi.
Struktur kedua kalimat di atas berbeda arti.
Frase
Frase ( kelompok kata ) merupakan salah satu unsur dalam kalimat. Frase
merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang
menduduki satu fungsi.
Frase berdasarkan jenis kata :
1.
Frase verbal, kata kerja
2.
Frase adverbial, kata keterangan
3.
Frase ajektival, kata sifat
4.
Frase nominal, kata benda
5.
Frase numeralial, kata bilangan
6.
Frase preposisional, kata depan
Frase berdasarkan kedudukan : frase setara dan frase bertingkat
Frase berdasarkan makna : frase lugas ( bermakna denotatif ) dan frase
idiomatik ( bermakna konotatif )
Frase adalah struktur sintaksis yang tidak memiliki predikat. Sedangkan
klausa dan kalimat adalah konstruksi sintaksis yang mengandung unsur predikat.
Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang berpotensi menjadi kalimat.
Klausa adalah kelompok kata yang mengandung satu predikat.
Klausa terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat.
Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang terkecil dalam wujud lisan atau
tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang
yang disertai nada akhir turun atau naik.
Ada 5 fungsi kata atau kelompok kata dalam kalimat, yakni subjek,
predikat, objek, keterangan, pelengkap.
Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Wacana
memiliki konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh
pembaca atau pendengar.
Wacana dapat digunakan untuk mencapai tujuan dalam bentuk transaksi
dalam rangka memperoleh sesuatu yang lebih baik.
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan
untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.
Unsur-unsur pembangun wacana adalah konjungsi, preposisi, repetisi,
dan elipsis.
Kohesi dan Koherensi
Kohesi adalah istilah yang digunakan dalam wacana yang membahas
hubungan antarunsur dalam kalimat ( wacana ). Wacana yang memenuhi syarat
kohesi disebut dengan istilah kohesif yang berarti utuh.
Wacana yang utuh belum tentu padu. Oleh karena itu, selain kohesif,
sebuah wacana juga harus koheren. Koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi
antarbagian dalam wacana.
Mari kita membedakan wacana EDAN ( eksposisi, deskripsi, argumentasi,
narasi )
Secara leksikal, kata “bom” merupakan kata benda (
nomina ) yang memiliki dua makna. Makna kata bom yang pertama adalah senjata
peledak. Makna yang kedua adalah pelabuhan; pabean. ( Syamsul Hendry, Encik.
(2009). Kamus Cakap Melayu. )
Makna pertama, bom bermakna senjata peledak. Bom
bermakna sebagai senjata peledak sangat sering digunakan pada masa kini. Ketika
mendengar kata “bom”, orang akan teringat dengan bom Bali, bom Sarinah, lalu
akhir-akhir ini terkenal pula dengan bom Turki. Bom Aleppo, bom Izmir, dan bom
Palestin tak pernah digunjingkan.
Makna kedua, bom bermakna pelabuhan; pabean. Bom
bermakna sebagai pelabuhan sudah jarang digunakan lagi. Hanya orang-orang tua
yang telah lama bermastautin di Dabo Singkep dan sekitarnya sajalah yang masih
menggunakan istilah bom untuk pelabuhan. Padahal kata “bom” bermakna pelabuhan
ini sudah termasuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Artinya, bom dengan
makna pelabuhan sudah tergolong kata bahasa Indonesia.
Sebagai kata benda ( nomina ), bom yang bermakna
pelabuhan dapat dijelaskan secara konkrit. Bom sebagai pelabuhan merupakan tempat
berlabuh kapal, boat, pompong, perahu, sampan, kolek. Kapal besar maupun kapal
kecil biasa bersandar di bom.
Bom Dabo merupakan salah satu bom yang terdapat di
pulau Singkep. Sejak dulu hingga sekarang ini bom Dabo sering disinggahi
kapal-kapal kecil maupun besar. Kapal, boat, pompong, perahu, sampan, dan
kolek banyak yang bersandar di bom Dabo. Bongkar muat barang masih terjadi di
bom Dabo sampai saat ini. Suatu waktu di bom Dabo pernah ada keranci ( crane
) untuk bongkar muat barang dan kereta api untuk mobilisasi bijih timah dari
dan ke bom Dabo.
Dari tahun ke tahun bom Dabo semakin indah dan
kokoh. Sayangnya, keindahan dan kekokohan bom Dabo tidak sejalan dengan
kebersihannya. Sampah berserakan di bom dan sekitarnya. Apabila ditanya siapa
yang salah, tentu tidak seorang pun mau mengunjukkan jarinya untuk mengakui
kesalahan itu. Padahal sudah menjadi aktivitas rutin, setiap malam sekitar
pukul 19.00 s.d. 23.00, orang-orang yang tidak bertanggung jawab melempar satu
dua kantong berisi sampah di pangkal maupun ujung bom. Selamba ( lihat KBBI;
halaman 1017) saja mereka melempar kantong sampah di pangkal
maupun ujung bom. Alhasil, sampah pun berserakan di bom maupun di laut sekitar
bom. Apakah mereka tidak bersalah ?
Tak kisahlah itu semua.
Sayup terdengar alunan tembang lawas, “ … dermaga
saksi bisu … .“ Seorang perjaka tercenung lunglai di ujung bom Dabo Singkep.
Orang-orang sibuk dengan kail, pancing, dan jaring berhanyut, dia hanya
tercenung seumpama tak bermaya. Sekejap kemudian dia memandangi ponselnya tak
berkedip. Sesekali menunduk, sesekali menerawang, sesekali melenguh, sesekali
berdecak. Entah apa pasalnya sehingga dia semacam tak tentu arah.
Kasihan aku melihatnya. Khawatir pula dia tercampak
di ujung bom itu. Kusapa dia. Tak lama kemudian kami akrab selayaknya sahabat.
Kami mulai bercakap-cakap tentang isu-isu politik, ekonomi, dan pendidikan
negeri ini. Pelan-pelan, lambat laun, pembicaraan kami beralih. Kuajak dia
bercerita tentang duka dan luka lara. Tak sadar lalu dia bercerita. Apakah
telah terhapus luka dengan air mata?
Bermula kisahnya seorang perjaka bersahabat dengan
seorang adik tingkatnya yang berbeda asal muasal. Sang perjaka berasal dari
Dabo Singkep sedangkan sang perawan berasal dari suatu tanjung. Sang perjaka
itu diketahui bernama Ian Alfian Marge dan sang perawan bernama Anti Rianti
Susanti Mahrez.
Mereka memadu kasih asmara. Sampai kini, setelah
berpisah sekian lama, mereka masih berkasih mesra meski hanya via BBM, FB, WA, tweeter,
atau semacam itulah.
Dengan kerinduan yang meledak-ledak, Ian pergi
mengunjungi sang kekasih. Lima kabupaten disinggahinya, lebih dari dua puluh
kecamatan ditempuhnya, tak terhitung pula desa yang telah dilaluinya.
Berpuluh-puluh laut, selat, dan sungai dilayarinya. Berpuluh-puluh pulau telah
pula ditengoknya. Darat laut bukanlah halangan. Ian bertekad untuk menemui
gadis pujaan hatinya.
Tibalah Ian di bom tanjung itu. Lama Ian terjengkit
terjenguk mencari rupa sang kekasih. Dia berharap sang kekasih menunggu di
situ. Penuh harap, dengan sabar dia menunggu sang kekasih. Apa daya ? Sang
kekasih tak kunjung tiba. Tak kuasa Ian membujuk rindu nan menggebu-gebu.
Dua jam sudah Ian menunggu di situ. Kekasih pujaan
hati tak kunjung tiba. Hilang sudah kesabarannya. Dengan sedikit taktik
diplomatis, tanya sana tanya sini. Akhirnya, dia menemukan rumah gadis itu.
Sudah tiga jam dia mencari. Ketuk pintu sekali dua. Ketuk
pintu lagi sekali dua. Tak juga ada sahutan di sana.
Hampir hilang asa. Sekali lagi dia mengetuk pintu
rumah sang gadis. Tidak ada juga suara sahutan di sana. Mentari sudah di ambang
petang. Sekejap lagi malam menjelang. Dia pulang dengan hampa.
Dia bergegas kembali ke bom di tanjung itu. Syukurlah,
dia mendapatkan penginapan di sana.
Malam pun tiba. Dia kembali berkemas dan bergegas
menuju rumah gadis itu lagi. Tak sabar ingin bertemu. Berkecamuk rasa dalam
hati. Terbersit tanya di kepala, adakah dia setia ?
Ian tiba di rumah sang pujaan. Ternyata si dia tidak
sedang di rumah. Si dia sedang beraktivitas hingga pukul 22.00 nanti.
Ian segera meluncur ke lokasi kegiatan si dia. Tak lebih
dari 3 menit mereka bercerita. Ian kembali ke bom di tanjung itu.
Maksud hati hendak melelapkan mata. Penat. Namun,
apa daya. Mata tak lena. Terbayang si dia yang mempesona. Putar ke kanan, tak
kena. Putar ke kiri pun tak kena. Tak sadar pukul berapa dia terlelap dalam
senyap.
Pagi-pagi benar Ian sudah bersiap-siap hendak balik
ke kampung halaman. Penuh kehampaan. Masih ada secercah harapan. “Kiranya pagi
ini dia akan melambaikan tangan mengantar keberangkatanku,” hati Ian berkata.
Di ujung bom tanjung itu, Ian terduduk, terdiam. Menanti
sang kekasih melambai dari kejauhan.
Sayup terdengar di dalam kapal itu, suara nyanyian
sebuah tembang lawas, “Saat kita berpisah kau pegang erat tanganku. Sepertinya tak
merelakan kepergianku ‘tuk meninggalkanmu. Dermaga saksi bisu. … . Lambaian tanganmu
masih kuingat selalu. Itu yang terakhir kumelihat dirimu. … .”
Lama menunggu. Kapal berlepas tali untuk segera
berangkat. Tak juga tampak rupa sang kekasih. Dipandanginya bom itu dari ujung
sampai ke pangkal berulang kali.
Tak lama kemudian, kapal pun berangkat. Bom semakin
kecil tampak dari kejauhan. Tidak kunjung nampak juga sang pujaan hati. Aduh…
begitu hampanya perasaan.
“Lebih bagus jelangkung lagi, datang dijemput. Nah …!
Ini, datang tak dijemput, pulang tak diantar.” gumamnya dalam hati.
“Oleh karena hati sudah terpikat, aku tetap mencintaimu.”
batin Ian menggumam.
Sumber :
1. Santoso, Anang, dkk. (2013). Buku Materi Pokok Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka
2. Syamsul Hendry, Encik. (2009). Kamus Cakap Melayu. Dabo Singkep
Saya mohon maaf bila tiba-tiba terdapat kesamaan nama dan kisah ini dengan anda.
Sedikit pun tak terbersit dalam pikiran
saya agar ada pembenaran dari anda, wahai pembaca yang budiman.
Hanya satu pintaku, kirimkanlah
pembetulan kepadaku agar tulisanku semakin bercahaya meski bersahaya.
Silakan layangkan saran dan kritik anda melalui surel : syamsulhendry@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar