# Mengajar tanpa menggurui # Memberi nasehat tanpa merasa lebih hebat #

Kamis, 29 Oktober 2015

Analisis Butir Soal secara Kuantitatif

ANALISIS BUTIR SOAL SECARA KUANTITATIF
A.   Pengertian

Penelaahan soal secara kuantitatif maksudnya adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik dari butir soal yang bersangkutan. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan.

B.   Analisis Butir Soal
Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern.

1. Klasik

Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik.

Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer, murah, sederhana, familier dan dapat menggunakan data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil (Millman dan Greene, 1993: 358).

Adapun proses analisisnya sudah banyak dilaksanakan para guru di sekolah seperti beberapa contoh di bawah ini.
a.  Langkah pertama yang dilakukan adalah menabulasi jawaban yang telah dibuat pada setiap butir soal yang meliputi berapa peserta didik yang: (1) menjawab benar pada setiap soal, (2) menjawab salah (option pengecoh), (3) tidak menjawab soal. Berdasarkan tabulasi ini, dapat diketahui tingkat kesukaran setiap butir soal, daya pembeda soal, alternatif jawaban yang dipilih peserta didik.

b.  Misalnya analisis untuk 32 siswa, maka langkah (1) urutkan skor siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah. (2) Pilih 10 lembar jawaban pada kelompok atas dan 10 lembar jawaban pada kelompok bawah. (3) Ambil kelompok tengah (12 lembar jawaban) dan tidak disertakan dalam analisis. (4) Untuk masing-masing soal, susun jumlah siswa kelompok atas dan bawah pada setiap pilihan jawaban. (5) Hitung tingkat kesukaran pada setiap butir soal. (6) Hitung daya pembeda soal. (7) Analisis efektivitas pengecoh pada setiap soal (Linn dan Gronlund, 1995: 318-319).

Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban pada setiap pilihan jawaban.

a.  Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken (1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal obyektif. Rumusnya adalah seperti berikut ini (Nitko, 1996: 310).

Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.

Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus berikut ini : 



Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini :



Tingkat kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi total skor tes. Untuk tes yang sangat sukar (TK= < 0,25) distribusinya berbentuk positif skewed, sedangkan tes yang mudah dengan TK= >0,80) distribusinya berbentuk negatif skewed.

Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko, 1996: 310-313). Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.

Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat: (1) mempengaruhi karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau jumlah soal dan korelasi antarsoal), (2) berhubungan dengan reliabilitas. Menurut koefisien alfa clan KR-20, semakin tinggi korelasi antarsoal, semakin tinggi reliabilitas (Nunnally, 1981: 270-271).

Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk mempredikst alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut :

1) Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi.
2) Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan.

Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut :
1) Butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban.
2) Butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar.
3) Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya, sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai.
4) Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan (misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan ganda).
5) Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang.

Namun, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel (Haladyna, 1994: 145). Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat mudah (TK= >0,90). Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat sulit (TK = < 0,40). Oleh karena itu memang merupakan kelebihan analisis secara IRT, karena 1RT dapat mengestimasi tingkat kesukaran soal tanpa menentukan siapa peserta tesnya (invariance). Dalam IRT, komposisi sampel dapat mengestimasi parameter dan tingkat kesukaran soal tanpa bias.

b.    Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini :

1)    Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.
2)    Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru.

Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai "kemungkinannya" seperti berikut ini :
·      Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat.
·      Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar
·      Kompetensi yang diukur tidak jelas
·      Pengecoh tidak berfungsi
·      Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak
·      Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya

Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi yang diajarkan guru).

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan rumus berikut ini :

DP = daya pembeda soal,
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas,
BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah,
N = jumlah siswa yang mengerjakan tes.

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus berikut ini :
 Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini (Crocker dan Algina, 1986: 315).


c.    Penyebaran (distribusi) jawaban

Penyebaran pilihan jawaban dijadikan dasar dalam penelaahan soal. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berfungsi tidaknya jawaban yang tersedia. Suatu pilihan jawaban (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi apabila pengecoh:
1) paling tidak dipilih oleh 5 % peserta tes/siswa,
2) lebih banyak dipilih oleh kelompok siswa yang belum paham materi.

d.   Reliabilitas Skor Tes

Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui tingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) skor tes. Indeks reliabilitas berkisar antara 0 - 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes (mendekati 1), makin tinggi pula keajegan/ketepatannya.

Tes yang memiliki konsistensi reliabilitas tinggi adalah akurat, reproducibel, dan generalized terhadap kesempatan testing dan instrumen tes lainnya. Secara rinci faktor yang mempengaruhi reliabilitas skor tes di antaranya:

1)  Semakin banyak jumlah butir soal, semakin ajek suatu tes.
2)  Semakin lama waktu tes, semakin ajek.
3)  Semakin sempit range kesukaran butir soal, semakin besar keajegan.
4)  Soal-soal yang saling berhubungan akan mengurangi keajegan.
5)  Semakin objektif pemberian skor, semakin besar keajegan.
6)  Ketidaktepatan pemberian skor.
7)  Menjawab besar soal dengan cara menebak.
8)  Semakin homogen materi semakin besar keajegan.
9)  Pengalaman peserta ujlan.
10) Salah penafsiran terhadap butir soal.
11) Menjawab soal dengan buru-buru/cepat.
12) Kesiapan mental peserta ujian.
13) Adanya gangguan dalam pelaksanaan tes.
14) Jarak antara tes pertama dengan tes kedua.
15) Mencontek dalam mengerjakan tes.
16) Posisi individu dalam belajar.
17) Kondisi fisik peserta ujian.

Ada 3 cara yang dapat dilakukan untuk menentukan reliabilitas skor tes, yaitu :
1)  Keajegan pengukuran ulang: kesesuaian antara hasil pengukuran pertama dan kedua dari sesuatu alat ukur terhadap kelompok yang sama.
2)  Keajegan pengukuran setara: kesesuaian hasil pengukuran dan 2 atau lebih alat ukur berdasarkan kompetensi kisi-kisi yang lama.
3)  Keajegan belah dua: kesesuaian antara hasil pengukuran belahan pertama dan belahan kedua dari alat ukur yang sama.

2. Modern

Analisis butir soal secara modern yaitu penelaahan butir soal dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) atau teori jawaban butir soal. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu scal dengan kemampuan siswa. Nama lain IRT adalah latent trait theory (LTT), atau characteristics curve theory (CCT).

Asal mula IRT adalah kombinasi suatu versi hukum phi-gamma dengan suatu analisis faktor butir soal (item factor analisis) kemudian bernama Teori Trait Latent (Latent Trait Theory), kemudian sekarang secara umum dikenal menjadi teori jawaban butir soal (Item Response Theory) (McDonald, 1999: 8).

Secara ringkas, berikut diuraikan kelebihan analisis secara IRT dan kalibrasi butir soal dan pengukuran kemampuan orang.

1. Kelebihan Analisis IRT
Untuk mengetahui kelebihan analisis IRT, maka para guru perlu mengetahui keterbatasan analisis secara klasik. Keterbatasan model pengukuran secara klasik bila dibandingkan dengan teori jawaban butir soal adalah seperti berikut (Hambleton, Swaminathan, dan Rogers, 1991: 2-5). (1) Tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah "true score". Jika tes sulit artinya tingkat kemampuan peserta didik mudah. Jika tes mudah artinya tingkat kemampuan peserta didik tinggi. (2) Tingkat kesukaran soal didefinisikan sebagai proporsi peserta didik dalam grup yang menjawab benar soal. Mudah/sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan peserta didik yang dites dan kemampuan tes yang diberikan. (3) Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas soal/tes didefinisikan berdasarkan grup peserta didik. Adapun kelebihan IRT adalah bahwa: (1) IRT tidak berdasarkan grup dependent, (2) skor siswa dideskripsikan bukan test dependent, (3) model ini menekankan pada tingkat butir soal bukan tes, (4) IRT tidak memerlukan paralel tes untuk menentukan relilabilitas tes, (5) IRT suatu model yang memerlukan suatu pengukuran ketepatan untuk setiap skor tingkat kemampuan.

2. Kalibrasi Butir Soal dan Pengukuran Kemampuan Orang.

Kalibrasi butir soal dan pengukuran kemampuan orang merupakan proses estimasi parameter pada model respon butir. Model persamaan dasar Rasch adalah model probabilistik yang mencakup hasil dari suatu interaksi butir soal-orang. Proses mengestimasi kemampuan orang dinamakan pengukuran, sedangkan proses mengestimasi parameter tingkat kesukaran butir soal dinamakan kalibrasi. Jadi kalibrasi soal merupakan proses penyamaan skala soal yang didasarkan pada tingkat kesukaran butir soal dan tingkat kemampuan siswa. Adapun ciri suatu skala adalah mempunyai titik awal, biasanya 0, dan mempunyai satuan ukuran atau unit pengukuran. Prosedur estimasi dapat dilakukan dengan tangan atau komputer.

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam mengkalibrasi butir dan mengukir kemampuan orang dengan tangan (Wright and Linacre, 1992: 32-45) seperti berikut ini :
a. Menyusun jawaban peserta didik untuk setiap butir soal ke dalam tabel.
b. Mengedit data
c. Menghitung distribusi skor soal
d. Menghitung distribusi skor peserta didik.
e. Menghitung faktor ekspansi kemampuan peserta didik (x) dan kesukaran butir soal (Y).
f. Menghitung tingkat kesukaran dan kesalahan standar butir soal
g. Menghitung tingkat kemampuan dan kesalahan standar siswa
h. Menghitung probabilitas atau peluang menjawab benar setiap butir soal [P(0)}.

Sumber : 

Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Tahun 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar